Pages

Senin, 28 Desember 2020

Sumpah, Nyesel!

Petttt!

Suasana mendadak gelap. Semua perangkat yang bersumber energi listrik tiba-tiba meregang nyawa. Mati.

"Aaaa, file gue belum disave!!!"

"Aaaa, hape gue lowbat belum dichas!!!"

"Aaaa, filmnya mau mulai ya?"

"Lu kata bioskop woiii!!!"

Hari itu, pemadaman listrik menimpa sebagian besar wilayah Jakarta, termasuk kantorku. Berhubung hampir semua aktifitas kerja di lantai tiga dan empat menggunakan komputer, maka mati listrik berarti mati gaya. Di kantor ada jenset sih, tapi masih dalam bentuk rencana, jadi belum bisa dipake. Ngga banyak yang bisa dilakukan di tengah ruangan gelap dan perangkat kerja yang ngga bisa nyala selain beberes dokumen, main tebak bayangan dilatari senter hape, atau mengadakan doa bersama semoga teknisi PLN bergerak cepat.

Ngga berapa lama, telepon di ruanganku bunyi.

"Halo?" Aku mengangkat telepon.

"Sita, Sita, ke lantai tiga sini, Mami lagi cerita serem!" Terdengar suara Dini, temanku penghuni lantai tiga. Mami itu senior manajer lantai tiga dan lantai empat. Bisa dibilang kepala suku kami. Sesepuh. Ketua geng. Ibu kita. Kalau Ibu kota itu Jakarta.

"Iya?? Waaaa, nanti aku turun deh!" Kataku bersemangat. Aku memang punya ketertarikan dengan cerita-cerita mistis. Kombinasi yang aneh sebenernya, gampang ketakutan tapi doyan cerita mistis. Biarlah, seengganya ngga seaneh orang yang getol ngajakin ngumpul tapi pas hari H tiba-tiba bilang ngga bisa dateng di last minute. Sumpah, itu aneh banget.

Di ruangan lantai tiga, nampak teman-teman yang lain sudah duduk melingkar mengelilingi Mami di tengah-tengah, macam anak pramuka lagi ngelilingin api unggun di acara Persami. Suasana mencekam, gelap dan sunyi. Di ruangan ini ngga ada jendela yang mengarah langsung ke luar, maka ketika listrik mati, lagi melek pun rasanya kayak lagi merem saking gelapnya. Untunglah ada sedikit remang cahaya dari layar hape.

"Sini Sita, duduk sini!" Dini menyilakan aku duduk di sebelahnya. Aku duduk, ikut menyimak Mami yang sedang bercerita tentang gangguan-gangguan mistis di rumahnya. 

Mami bercerita dengan suara rendah, nyaris seperti bisikan. Bikin indeks keseraman ruangan naik melebihi ambang batas normal.

"..pembantu Mami sering tuh digangguin. Pernah waktu itu dia lagi mandi, terus tiba-tiba ada suara orang bisik-bisik di telinganya. Was wes wos gitu.."

Hening. Semua nampak serius menyimak Mami.

"Adek Mami malah ngeliat, sosoknya gede, berbulu, badannya kurus sampai bentuk tulangnya keliatan. Pas adek Mami lagi tidur, itu makhluk iseng ngedudukin adek Mami!"

Di tengah cahaya yang temaram, tampak raut-raut wajah yang menegang. Beberapa mencengkeram lengan teman sebelahnya.

"Bokapnya Mami juga. Lagi di dapur. Tiba-tiba aja muncul p***ng di depannya. Ngga cuma satu lagi. Tiga!!!!"

(Catatan : btw paham kan yah p***ng yang aku sensor maksudnya apa. Yang jelas bukan pisang. Di lingkungan teman-temanku, ada kecenderungan untuk menyamarkan nama-nama penghuni dunia sana karena kami manusia-manusia bernyali sebesar upil dibelah tujuh punya ketakutan untuk menyebut namanya. Takut mereka berasa dipanggil. Awalnya p***ng kita samarkan jadi Mr. P, tapi temanku bilang sebutan Mr. P udah dipake duluan sama Dokter Boyke buat hal lain. Takut ambigu. Jadi ya sudah, kusensor aja.)

Macam api yang makin dikipas makin besar, serupa itulah Mami bercerita. Wajah ngeri tegang penyimaknya membuat cerita Mami makin lama makin seru dan dramatis, bikin bulu kuduk berdiri lebih tegak dari pasukan pengibar bendera pas tujuh belasan di Istana Negara.

Mendengar cerita Mami, perasaanku lama kelamaan mulai ngga enak. Aku bergidik,  ngga nyaman dengan suasana di sini. Demi kesehatan jiwa dan keselamatan rohaniku, akhirnya aku putuskan untuk kabur, kembali ke ruanganku sendiri.

Malamnya, aku nyesel karena ninggalin cerita Mami. Nyesel. Kenapa ngga ninggalin lebih awal????? Sensasi ngerinya masih tertinggal di perasaan. Mensugesti suasana sehingga aura kamar serasa jadi lebih mencekam. Malam jadi meresahkan. Rasanya ingin cepat-cepat jatuh tidur biar cepat-cepat malam berubah pagi. Tapi yang terjadi justru kebalikannya. Aku ngga bisa tidur.

Aku ngelihat jam. Udah hampir jam setengah 1. Ngga bisa gini terus. Besok aku masih harus bangun subuh dan kerja. Aku harus tidur. Maka demi kantung mata tidak menebal macam bapak mantan presiden yang sudah mengeluarkan banyak album, aku memutuskan untuk ngungsi tidur. Aku bawa selimut dan hape lalu pindah tidur sama Mamah. Hape aku taro di meja deket kasur supaya kedengeran kalau alarmnya bunyi. Ngga berapa lama, akhirnya aku bisa tidur.

"...andaikan detik itu (aaaa) kan bergulir kembali (aaaa).."

Sayup-sayup di tengah tidurku aku mendengar suara lantunan lagu Ada Band. Aku kebangun dan ngelihat jam. Jam 3 lebih. Jam segini suara lagu dari mana sih? Orang makan krabby patty jam 3 pagi aku bisa maklum, lah nyetel musik?

Awalnya aku kira itu suara tivi yang sedang ditonton kakak iparku. Dia memang suka kebangun larut malam dan nonton tivi sebentar sebelum lanjut tidur lagi. Tapi kayaknya bukan dari tivi. Suaranya kenceng soalnya, deket banget. Aku pun coba mencari dari mana sumber suara.

Ketemu.

Aku menelan ludah.

Suaranya berasal dari hapeku yang tergeletak manja di meja. Iya, dari hape. Hape yang ngga berbunyi sama sekali sebelum aku tidur. Hape yang tiba-tiba mp3-nya nyala sendiri jam 3 pagi. Iya. Mp3. Nyala. Sendiri.

MP3. NYALA. SENDIRI.

Sialan. 

Dari sekian banyak peserta uji nyali yang ikut kenapa isengnya ke mari sih??

Minggu, 29 November 2020

Sambat Akhir Pekan

Ngga tau yah, apa karena belum terbiasa sama perubahan ritme aktivitas yang tadinya selaw jadi padat sehingga tubuh mendadak syok, atau karena perubahan jadwal dan kondisi KRL yang biasanya pulang pergi selalu dapet duduk sekarang merasakan durasi berdiri lebih lama dari upacara bendera, atau simple karena faktor umur, mengingat usia sekarang sudah lewat masa jayanya maka sudah jauh dari kata prima, jadinya sekarang setiap pulang lelahnya berasa banget, kayak badan isinya 99% air, 1% lelah.

Kadang saking capeknya, ketika sedang bengong di dalam kereta (berdiri, tentu) tiba-tiba saja muncul keinginan buat nangis. Ketahan malu aja jadi ngga sampai ngalir. Sampai rumah selalu dengan kaki nyut-nyutan, pundak pegal, energi merah, tenaga drop, muka kusut, dan perut kosong. Rasanya pengen langsung baring ke kasur, bebersih diri cukup sekadarnya, skinkeran udahlah skip, makan pun kalau bisa lewat infus aja biar bisa sambil tidur. Ah lemah banget staminaku sekarang.

Aku mengeluhkan lelah bukan berarti aku ngga bersyukur. Aku bersyukur sekali akhirnya bisa dapat kerja lagi setelah nganggur sekian lama. Senang, saldo rekeningku akan rutin terisi lagi. Bisa membantu perputaran ekonomi negara terutama para UMKM di bidang food and beverage dengan rutin terlibat sebagai konsumen dalam transaksi jual beli alias jajan. Suara yang berseru "Misi, paket" pun akan sering terdengar lagi dari depan rumah. Malaikat di sebelah jadi saksi berapa banyak aku mengucap syukur. Tapi capek ya capek. Lelah ya iya. Letih ya jangan ditanya. Dibilang ngga bersyukur, hei, tahan dulu bung! Teman anda ngeluh capek habis lari keliling GBK terus anda balas dengan "Ngga bersyukur banget lu punya kaki masih bisa dipake lari!" Wow tiba-tiba saja teman anda punya grup WA yang ngga ada andanya.

Bersyukur itu perkara hati. Capek ini persoalan jasmani. Jaka sambung bawa payung. Ngga nyambung hyung. Beda server. Buktinya, segala kelelahan ini sama sekali ngga membuatku merutuki nasib atau menyalahkan Tuhan. Capeknya cuman butuh istirahat kok. Cukup. Ya paling sama butuh sambat-sambat dikit. Makanya saya tulis ini tujuannya ya buat sambat, biar uneg-unegnya ngga mendem di kepala jadi uban. Biar rada plong gitu.

Dan sekarang setelah cukup istirahat dan puas sambat mah mind, body, and soul sudah segar lagi. Baterai hijau penuh. Semangat full terisi. Siap menyambut besok untuk berjibaku sama rutinitas harian lagi. Yok bisa yok, demi isi keranjang belanja yang butuh dicheckout.
Kamis, 22 Oktober 2020

Coretan Lewat Malam

Mungkin kelak akan ada hari ketika kita lupa kita pernah bahagia. Mungkin juga nanti kita dihadapkan pada keadaan dimana kita tak punya waktu untuk mengingat alasan kita saling cinta. Tidak ada yang tau nanti akan seperti apa. Hari ini mati-matian berjuang agar bisa bersama, besok bisa jadi yang diinginkan adalah merentangkan jarak sejauh-jauhnya. Tuhan punya rencananya sendiri untuk menentukan akhir sebuah cerita. Maka hari ini mari kita nikmati bahagia tanpa perlu peduli besok akan seperti apa. Tuhan boleh menentukan, namun kita selalu bisa mengupayakan. Hari ini aku sayang kamu. Besok kita upayakan lagi ya.

(Serpong, 23 Oktober 2020)
Selasa, 22 September 2020

About Happiness

Sekian banyak alasan untuk berbahagia, dan dia termasuk salah satunya. Dia jauh dari sempurna. Selera humornya terutama. Humornya lebih cetek dari kolam renang khusus balita. Aku suka sekali dengan plesetan dan permainan kata, namun baginya itu lebih mengundang kernyit di dahi ketimbang rasa ingin tertawa. Setiap kali kulontarkan tebakan yang kurasa lucu, respon tertingginya hanya menyungging senyum dengan terpaksa. 

Ngga hanya selera humornya, selera makannya pun bukan hal yang bisa dibanggakan. Banyak kenikmatan syurgawi yang ngga dia rasakan karena alasan ketidaksukaan. Sate ayam kadang dia lepaskan dulu dari tusukan sebelum disantap karena kulitnya enggan dimakan. Ujung-ujungnya selalu aku yang habiskan. Kulit ayam goreng pun selalu disisihkan. Aku lagi yang makan. Ya aku sih senang-senang aja karena dapet porsi kulit tambahan.

Namun terlepas dari kekurangannya, aku bersyukur pada Tuhan karena dipertemukan dengan dia, lelaki yang ternyata bisa memahami aku jauh lebih baik dibanding dia mengerti kenikmatan kulit ayam atau lucunya plesetan kata. Dia bisa membuat marahku mereda dengan candaan yang ngga diduga. Dia bisa membuatku kembali merasa baik-baik saja ketika hidup sedang sial-sialnya. 

Kadang aku bertanya-tanya, hidup bersama bahagia selamanya seperti yang sering dinarasikan dalam dongeng itu hidup yang seperti apa? Hidup yang isinya senang-senang saja? Hidup yang selalu damai tanpa pertengkaran apa-apa? Apa Pangeran dan Cinderella ngga pernah berantem perkara Cinderella marah masakannya ngga dimakan karena Pangeran lebih milih masakan pelayan istana? Dalam kenyataannya, apa mungkin untuk hidup bersama bahagia selamanya?

Ngga mungkin kayaknya. Bersama dia nanti, aku ngga yakin kami akan menjalani hidup bahagia selamanya. Akan ada hari dimana kami ngga bahagia, saling mendiamkan tanpa tegur sapa atau bahkan berbicara tanpa ada yang mau mengalah dan saling menaikan nada bicara. Ngga menutup kemungkinan juga mungkin nanti akan muncul keinginan untuk bisa tuker tambah dia dengan hape oppo seken versi lama. Sekarang dan nanti, kami ngga akan selalu bahagia. Tapi ya ngga papa. Emang seperti itu realita. Justru kalau tiap hari isinya bahagia, aku curiga secara ngga sadar aku ada di bawah pengaruh psikotropika.

Hidup dengan dia nanti mungkin ngga selalu bahagia, tapi aku percaya sepanjang aku bersamanya, kebahagiaanku akan terus dia perjuangkan semampunya. Sekuatnya. Sebisanya. Sepenuhnya daya. Begitu pun aku sebaliknya. 

Hidup dengan dia nanti mungkin ngga selalu bahagia, tapi akan terasa lebih ngga bahagia lagi kalau dia ngga ada. Hidup bersama bahagia selamanya dalam kenyataan mungkin bukan tentang hidup yang seluruhnya diisi sukacita, tapi hidup yang terasa lebih hampa bila ngga dilalui bersama. Maka meski selera makannya lemah dan humornya payah, bisa kukatakan dengan yakin kalau dengan dia, aku bahagia. Lihat timbunan di leher dan pinggangku kalau ngga percaya.

-22 September 2020-

Minggu, 20 September 2020

Favorite Movie

Aku ngga suka film City of Angel. Rasa kesal yang muncul setelah menontonnya tertinggal cukup lama. Bikin sebel. Dalam hatiku ngga bisa berhenti misuh-misuh. Apa-apaan ending macam itu. Penulis skenarionya ini apa nilai ulangan PPKn-nya di bawah standar ya, kok bisa bikin cerita yang melenceng dari nilai tenggang rasa. Jahat dan ngeselin sekali ceritanya. 

Film ini menceritakan tentang malaikat (diperankan Nicolas Cage) yang jatuh cinta sama manusia (si Meg Ryan). Detailnya aku ngga terlalu ingat karena ngga sudi nonton lagi. Pokoknya setelah melalui pergolakan dan pertentangan, si malaikat pun memutuskan untuk jadi manusia demi pujaan hatinya. Bhay kehidupan syurgawi dan hidup abadi. Tapi baru juga sehari, baru aja sebentar mereka bisa sama-sama, Meg Ryan, pujaan hatinya meninggal. Meninggalnya pun menurutku konyol sekali. Meg Ryan yang bersepeda tanpa helm dan tanpa pengaman apa-apa, berkendara secara ngga fokus karena bahagia terlena bunga-bunga asmara, banyak gaya di sepeda, meleng ngga lihat jalan, kemudian meninggal karena ketabrak entah apa aku lupa, truk atau mobil.

Ingin menghujat.

KESEL NGGA SIH??? 

Cinta bikin buta aku udah tau. Tapi bikin sembrono sampai melalaikan keselamatan berkendara itu hal baru buatku. Teledor sampai celaka gitu lho, ya Allah, ngingetnya lagi sekarang pun aku masih kesal. Pengen noyor. MAKANYA JALAN YANG BENER, LIHAT DEPAN, JANGAN MELENG. HIH 

Dari City of Angels aku sadar kalau ternyata aku ngga suka dan ngga bisa nonton film-film sedih. Emosinya kebawa lama ke perasaan. Bikin moodku jadi ngga enak. Maka aku lebih condong pada film yang bergenre aksi, komedi, fantasi, dan terutama animasi. Salah satu film kesayangan yang membuat perasaanku dipenuhi rasa senang dan dengan suka hati kutonton lebih dari sekali adalah Klaus. 

Bercerita tentang Jesper, anak petinggi kantor pos yang akhlaknya kurang terpuji. Mentang-mentang ayahnya punya jabatan, dia jadi jumawa dan malas. Ayahnya murka dan mengirim Jesper ke suatu daerah terpencil untuk jadi petugas pos di sana. Jesper diberi target untuk mengirim 6000 pucuk surat dalam setahun. Kalau target gagal terpenuhi, ia terancam dicoret dari KK oleh ayahnya dan harus mengucapkan dadah pada kekayaan juga harta warisan. 

Smeerensburg, daerah tempat Jesper dikirim bukanlah daerah pemukiman normal pada umumnya dimana setiap warga akur bertetangga kumpul pengajian tiap minggu. Di sana terdapat pertikaian dua keluarga besar yang sudah berlangsung panjang, yang mengakibatkan suasana kampung jadi sangat ngga kondusif. Dua kubu selalu panas. Ribut mulu kerjaannya, kalau sehari ngga berantem kena panas dalem kayaknya. Ngga ada tukang pos yang bertahan lama di sana, semuanya balik kanan bubar jalan. Target 6000 surat per tahun sungguhlah berat sekali bagi Jesper. Namun dari situlah cerita berjalan.

Dah lah film ini terlalu bagus untuk hanya diceritakan. Nontonlah. Rasakan senyum sukacita yang tersungging tiba-tiba dan rasa hangat yang perlahan menyeruak di dada. Jangan lupa tetap ingat aturan berkendara. 

-20 September 2020-



Sabtu, 19 September 2020

Single and Happy

Aku punya teman, sebut saja T, untuk perihal asmara dia ngga bisa sendiri. Selalu butuh pasangan atau setidaknya teman bercerita untuk menemani. Dia dekat dengan keluarganya. Teman pun banyak. Namun tetap aja rasanya beda katanya. Ada ruang dalam hatinya yang butuh diisi, di luar ruang untuk teman dan keluarga. Kadang dalam satu waktu dia dekat dengan banyak orang. Aku selaku teman dekatnya seringkali kepusingan. Kalau dia sedang cerita, yang dia ceritain ini laki yang mana lagi, yang punya laundry, yang kenal dari game, apa yang match di biro jodoh?

Ada lagi temanku, si I, yang dari lahir sampai sekarang tulisan ini diketik, status asmaranya masih sama. Single. Berulang kali kami selaku temannya mencoba bergerak dalam misi percomblangan, tapi semuanya gagal. Ada yang deketin dianya ngga acuh. Ada yang chat dibalas sekadarnya. Ada yang ngasih pisang nugget kami yang girang dan makan banyak. Sampai akhirnya nyerah lah kita. Capek. Dianya terlihat belum ada minat ke arah sana. Berkebalikan dengan T, I belum menyiapkan ruang lain selain untuk teman dan keluarga. 

Dua-duanya berbeda. Dua-duanya punya pandangan yang berlainan. Tapi sejauh yang kulihat, dua-duanya punya kesamaan. Mereka bahagia. T terlihat senang bercerita tentang kencannya semalam menyusuri pemandangan Jakarta malam dengan cem-cemannya entah yang mana lagi. I pun setiap hari selalu gembira, menyanyikan lagu idola kesukaannya sambil joget-joget. 

Punya pasangan emang bahagia, tapi rasanya terlalu picik kalau akhirnya dianggap jadi satu-satunya syarat untuk berbahagia. Bukankah bahagia punya banyak jalan untuk datang? Bisa dari lulus kuliah tepat waktu, dibawakan kue sepulang Mama dari pasar, diterima kerja setelah lama menganggur, atau idola favorit mengeluarkan video musik baru. Berpasangan dan bahagia? Bisa. Single dan bahagia? Bisa juga. Menjatuhkan orang dan bahagia? Itu yang bahaya. 

-19 September 2020-
Kamis, 17 September 2020

Places I Want to Visit

Ngga banyak tempat yang sudah aku kunjungi. Aku ngga akan tersinggung kalau ada yang bilang mainku kurang jauh karena ya memang kenyataannya begitu. Keluar negeri baru dua kali. Satu ke Australia, tapi sedikit sekali yang bisa diingat, karena kala itu aku masih pake pampers. Satu lagi ke Bekasi.

Februari lalu, temanku dapet kode potongan harga untuk menginap di Oyo dan Reddoorz. Setelah kami hitung-hitung, ternyata potongannya lumayan. Bukan lumayan lagi, bikin ternganga malah. Kalau dibagi satu kamar berdua, harga kamar standar ngga lebih dari paket double big mac per orangnya. Kami yang tadinya ngga punya wacana ke mana-mana pun tergiur.

Disusunlah rencana. Karena ngga ada tanggal merah dan mustahil cuti rame-rame, kami putuskan ke Bogor aja yang dekat. Ngga terlalu jauh, bisa terjangkau KRL, dan secara geografis udah terhitung luar Jakarta, jadi bisa pamer liburan ke luar kota. Dicarilah penginapan di daerah Bogor yang lokasinya strategis, yang dekat dengan tempat nongki-nongki cantik. Agenda dirancang. Tanggal pun ditetapkan pada akhir Februari.

Ngga berapa lama, berita baik datang. Seorang teman memberi kabar beserta sepucuk undangan. Dia akan menikah. Lokasi acaranya di Tegal. Tanggalnya ngga berselisih jauh dari agenda jalan-jalan yang kami rencanakan. Atas nama pertemanan bagai kepompong, kami pun merombak ulang rencana kami. Jalan-jalannya tetap jadi, hanya tujuannya yang berbelok. Dari Bogor ke Tegal.

Pergi dari Jakarta Sabtu sore, sampai Tegal dini hari, tidur menjelang subuh, pagi menghadiri undangan, sore berangkat pulang. Capek meresap masuk sampai ke sumsum tulang. Hasrat jalan-jalan belum terpuaskan sama sekali karena terkendala waktu yang sempit. Di perjalanan pulang, tercetuslah ajakan untuk jalan-jalan lagi bulan depan, meneruskan rencana kita yang lalu untuk ke Bogor. Tanpa pikir panjang, kami sambut dengan penuh setuju. 

Namun hidup seringkali ngga bisa diduga. Benarlah bahwa manusia hanya punya daya untuk berencana tanpa punya kuasa apa-apa untuk menentukan bagaimana akhirnya. Belum sempat rencana kami terlaksana, pandemi melanda. Terpaksa tertunda entah sampai kapan. Ahli nujum ternama pun rasanya kesulitan membuat perkiraan tepat.

Tempat yang ingin kukunjungi banyak sekali. Lombok, Jogja, Bali, New Zealand, Jepang, Korea Selatan, Inggris, Belanda, dan Islandia. Tapi entah harus menghitung berapa hari lagi dari sekarang, mungkin hingga satuan bulan atau bahkan tahun, saat nanti datang hari ketika pandemi ini selesai sepenuhnya dan bepergian sudah bisa dilakukan dengan leluasa, yang ingin aku lakukan adalah meneruskan lagi rencana dulu untuk jalan-jalan ke Bogor, bersama dengan orang-orang yang sama. Kalau bisa dengan potongan harga yang sama pula.

-17 September 2020-
Rabu, 16 September 2020

Memory

Ngga banyak yang bisa kuingat dari Aki, kakekku. Hanya selintas ingatan-ingatan kabur yang detailnya samar. Mencoba mengingatnya rasanya seperti memperbesar foto ukuran kecil ber-resolusi rendah, semakin coba diperjelas malah semakin pecah. Namun ada satu hal tentangnya yang lekat membekas sampai sekarang. Yaitu permen fox's bening.

Aki dulu selalu menyimpan sekaleng permen fox's bening di lemari buffet paling bawah, sangat terjangkau untuk ukuran anak-anak yang tinggi badannya ngga berselisih banyak dengan panjang guling. Mamaku bilang rasanya terlalu pedas untuk anak-anak, tapi aku suka. Pedasnya bukan pedas cabai yang bikin seuhah berkepanjangan. Pedasnya sejuk dalam mulut. Apalagi kalau setelahnya minum air putih. Serasa minum air dingin. Maka selain buka tutup kulkas, hal yang sering kulakukan di rumah Aki adalah buka tutup lemari buffet mengambil permen. Hal yang sejak pertengahan SD ngga bisa lagi kulakukan karena ngga ada lagi yang menyimpan permen di sana. Tuhan berkata cukup pada hidupnya.

Belasan tahun lewat. Permen fox's masih ada tapi varian beningnya sudah jarang terlihat, digantikan varian warna-warni dengan tambahan perasa buah. Memakannya pun aku sudah ngga sesering dulu, beralih condong pada fresh milk boba. Namun yang ngga akan berubah, permen itu selalu terasosiasikan pada sosok yang sama. Permen itu bagiku bukan lagi sekadar gula-gula biasa, tapi tempat kenangan tersimpan. Sepanjang dia ada, kenangannya aman terjaga. Permen itu selamanya akan jadi pengingat kalau kakekku pernah ada, menyediakan kumpulan rasa senang yang terbungkus dalam kaleng.

-16 September 2020-
Selasa, 15 September 2020

Things That Makes Me Happy

Hal apa yang membuatku bahagia?

Entah ya, hidup di tengah pandemi panjang tanpa kejelasan kapan selesainya ini bahkan membuatku lupa, kapan terakhir kali aku merasa bahagia? Kalau sekadar ngga merasa sedih hampir setiap hari aku merasakannya, tapi apakah itu bisa disebut bahagia? Rasanya ngga. Kalau bahagia adalah suatu perasaan dengan nilai A+, maka perasaanku sehari-hari mungkin hanya senilai B-. Ngga merah, ngga butuh remedial, tapi juga ngga setinggi itu untuk bisa dikatakan bahagia. Sekadar cukup baik.

Pandemi ini sialan memang. Gara-gara dia, banyak hal yang tadinya membahagiakan sekarang malah jadi terasa membahayakan. Jalan-jalan ke Mall, misalnya. Dulu meski yang dilakukan cuma berkeliling tanpa tujuan jelas mau ke mana, keluar masuk toko mencoba-coba barang tanpa beli apa-apa, mencari jajanan yang harganya sedang ada potongan, atau memesan menu yang itu-itu terus dari restoran kesukaan, tapi melakukannya selalu jadi semacam penghiburan setelah satu hari melelahkan mengurusi pekerjaan. Memberi peningkatan pada nilai rasa senang. Sekarang boro-boro. Membayangkannya saja bergidik. Memaksakan pun bukannya bahagia malah jadi waswas. Kesehatan diri dan sekitar terlalu mahal untuk dipertaruhkan hanya demi kesenangan yang sebentar.

Jadi untuk saat ini, apa hal yang bisa membuatku bahagia?

Uang ngga bisa membeli kebahagian, katanya. Tapi setelah menjalani hidup dengan status sebagai pengangguran, bisa kukatakan kalau kayaknya pernyataan itu butuh direvisi karena di situasi sekarang terasa sangat tidak valid. Uang ngga selalu bisa membeli kebahagiaan, tapi seringkali bisa. Menghadapi pandemi dengan adanya pemasukan secara rutin tentu akan terasa lebih membahagiakan daripada ngga ada sama sekali. Seengganya bisa checkout-checkoutin beberapa barang di keranjang belanja buat ngisi waktu luang. 

Jadi salah satu hal yang bisa membuatku bahagia saat ini adalah segera dapat pekerjaan. Rindu sekali rasanya melihat penambahan nominal saldo pada rekening. Rindu merasakan sensasi jadi sultan setiap bulan. Doakan ya, semoga secepatnya didekatkan dengan rejekiku biar suara abang pengantar paket segera terdengar lagi.

-15 September 2020-





Senin, 14 September 2020

Aku dan Dendam

Entah benar secara kebetulan atau hanya sekadar barnum effect atau memang kenyataannya begitu, tapi ketika dikatakan penyandang zodiak scorpio adalah orang-orang yang penuh berisi emosi, aku ngga bisa menahan diri untuk ngga bersorak setuju, setidaknya dalam hati. HEI TEPAT SEKALI KOK BISA TAHUUUU. 

Manusia adalah ruang dari sekumpulan emosi yang bergantian datang secara bergiliran, dan aku (entah ya scorpio-scorpio lain) memanifestasikan keberadaan seluruh emosi secara penuh, dalam hati juga dalam ekspresi. Dalam sukacita, tawaku ramai bagai kembang api perayaan yang merentet panjang seolah lupa kata usai. Dalam duka, aku mengisi paru-paruku dengan kesedihan hingga lara yang lebih berat dari udara membuat nafas terasa sesak. Dalam rasa murka, amarah menjadi tiran yang melumpuhkan emosi lain untuk memastikan hanya dia penguasa tunggal. Dalam sakit hati, rasanya tekanan darah langsung merosot rendah kalau luka ngga dikonversi jadi dendam.

Iya, scorpio juga katanya pendendam, yang lagi-lagi tepat juga padaku. Aku memendam dendam dengan dalam. Aku pelupa, tapi perihal luka, meski sudah jadi bekas aku sulit lupa. Triggered berat bagi jiwaku adalah ketika nonton ftv azab indosiar dimana si protagonis memaafkan bahkan menolong antagonis yang rutinitas hariannya selain makan tiga kali sehari adalah ngejahatin si protagonis itu. Hih. Ngga masuk dalam kepalaku. Hati apa lintasan balap karung sih, lurus lurus amat. 

Hidup adalah rangkaian sebab akibat. Kalau pada akhirnya si antagonis menderita, ya itu akibat dari sebab kejahatan yang dia lakukan. Seengganya abaikan saja lah, biar dia cicipi rasanya karma dan diri nikmati manisnya balas dendam. Eh dia malah melepas kesempatan untuk merasa puas dengan ngasih pertolongan. Rasanya kayak dapet voucher cashback dan gratis ongkir tapi pas belanja lupa dipake. Gemas sekali. Tapi ya sudahlah, hidup hidup dia, keputusan dia. Mungkin dengan memaafkan, dia menikmati perasaan lain yang aku ngga mengerti. Perasaan yang ngga hanya perihal memberi kenyang pada ego. Perasaan yang masih aku pelajari. 

-14 September 2020-
Sabtu, 01 Agustus 2020

Perban dan Badut

Aku tidak mau jadi perban yang hanya dicari ketika ingin membalut luka
Aku juga tidak mau jadi badut sulap yang hadirnya pada saat senang-senang saja

Yang aku mau, entah apa yang nanti akan tersuguh
Tenang atau guruh
Riang atau keluh
Hampa atau penuh
Tegak atau jatuh
Meski harus berkali-kali petang berganti subuh
Semoga akan selalu ada kita di penghujung hari saling menyandarkan tubuh


 






Minggu, 05 Juli 2020

Arti

Mempertanyakan makna diri
Pada jalan yang dilangkahi
Mencoba mencari arti
Pada hidup yang sedang dilakoni

Tak kupahami maksud dari yang terjadi
Rencana Tuhan sama sekali tak kumengerti

Maka aku mencari
Menemui sepi
Menjumpai sunyi
Terus berlari
Tanpa tau kapan berhenti

Tiada lain membuka pagi
Selain dengan tanya dalam hati
Akankah ada jawaban hari ini?

(Serpong, 5 Juli 2020)
Senin, 22 Juni 2020

Yang Lagi Makan Jangan Baca Dulu!

Di kantorku yang dulu, manusia-manusianya dibagi menjadi dua kubu. Pembagian kubu ini ditentukan bukan dari tingkat jabatan, derajat pemasukan, ukuran pendidikan, asal kesukuan, ataupun anutan kepercayaan. Sama sekali bukan. Kubu-kubu ini dibagi berdasarkan intensitas aktifitas pencernaan, yaitu kubu jarang boker serta kubu sering boker.

Penganut kubu jarang boker cenderung chill dan santai. Hidup nrimo, ngga neko-neko. Whatever will be, will be. Yang terjadi, terjadilah. Mereka ngga suka memaksakan keadaan, sebagaimana mereka ngga pernah memaksakan aktivitas pencernaannya sendiri. Ngga mules ya ngga usah maksain boker. Semua akan datang pada waktu yang tepat, termasuk rasa mules. Begitu prinsipnya.

Berlainan dengan kubu seberang, kubu sering boker memiliki sebuah pedoman hidup bahwa boker adalah kunci ketenangan dan kesenangan batin. Boker bukan sekadar proses pelepasan residu sisa pencernaan, melainkan ritual wajib yang kalau satu hari aja ngga dilakukan, rasanya jiwa dipenuhi kegelisahan. Belum ada dorongan? Ya paksakan. Pancing pake pepaya, sayuran, atau denger Barbie Kumala nyanyi live. Secara sifat, mereka cenderung keras dan ambisius. Ngga ada kompromi. Mau ya harus. Titik.

Karena prinsip hidupnya itulah kubu sering boker cenderung memandang rendah kubu jarang boker. Boker ngga rutin tiap hari itu rasanya hal yang hina sekali, lebih hina dari orang yang patungan jajan dikit tapi makannya paling banyak. Bagi mereka, segala permasalahan hidup itu bersumber dari satu akar, yaitu pencernaan yang kurang lancar. Orang-orang dengan emosi mudah tersulut, temperamen lekas naik, cepet ngegas, dan kesabaran setipis kulit lumpia itu bukan karena kurang piknik, tapi karena kurang boker.

Ada orang ngutang tapi pas ditagih galakan dia? Pasti lagi sembelit!

Ada pasangan ketauan selingkuh tapi malah dia yang marah-marah? Pasti  sedang konstipasi!

Ada pemotor lawan arah pas keserempet mobil malah dia yang nyolot? Pasti kurang makan sayur!

Aku sendiri masuk ke dalam kubu susah boker. Kasta terbawah pula, yang kesenjangan waktu antar bokernya paling jauh. Sedih. Sapaan yang kadang kuterima dari kubu sebelah bukanlah "halo", "hai", atau "selamat pagi" seperti sapaan normal pada umumnya, melainkan pertanyaan, "udah ngga boker berapa hari lu?". Kabar bokerku lebih mengundang tanya dibanding kabarku secara keseluruhan. 

Curhat pada mereka pun kadang bukannya dapat solusi tapi ujung-ujungnya malah penghakiman atas kinerja ususku yang bagi mereka kurang optimal. Seperti saat aku curhat pada salah satu petinggi teratas kubu sering boker tentang hubunganku dengan (mantan) pacar yang sedang kurang baik. Tiba-tiba aja dia ngilang ngga ngasih kabar, kayak karyawan resign mendadak.

Alih-alih pukpuk di pundak, respon yang kuterima adalah "Lu jarang boker sih, dia ilfeel kali". Saat itu juga baru aku tau cinta bisa diukur dari intensitas boker pasangan.

Atau waktu aku harus operasi usus buntu karena usus buntuku udah bengkak. Saat kembali masuk kantor, yang kuterima bukan ucapan simpati beserta sekeranjang buah, tapi (lagi-lagi) petuah perbokeran. 

"Kak Sita kan jarang boker, itu gara-gara tai yang ngga keluar kali tu, dia numpuk, terus ada yang nyangkut di usus buntu, makanya dia bengkak". 

Seketika kenangan usus buntu kemarin berkelebat di kepala. Ya Tuhan, segala kesakitan yang aku rasakan sampai harus dioperasi, luka jaitan yang nyerinya bikin bersin aja jadi derita, masa iya gara-gara seonggok tai? Nista banget kayaknya jarang boker. Kalau gini aku mau pindah kubu aja dah rasanya!

Nb: Ini sebenarnya tulisan lama yang dari dulu kusimpan doang di draft. Tiap mau posting ragu-ragu gitu, karena ceritanya yang agak jorok takut mencoreng citraku sebagai wanita anggun, elegan, dan berkelas. Namun setelah kini kupikir-pikir boker kan manusiawi ya, seanggun dan secantik Yoona SNSD pun pasti boker juga. Yakan punya usus. Cuman yang kita ngga tau, Yoona masuk kubu mana ya dia? 

Kamis, 04 Juni 2020

(Fiksi) Dunia Aladita - 5

Senin, 4 Februari 2019

Ada kabar baik dan kabar buruk hari ini. Kabar baiknya, ulangan biologi hari ini sukses! Yes yes! Percaya diri nih aku, minimal 70 mah dapet lah. Ruri memberi catatan pada aku dan Joan tentang mana-mana aja yang kemungkinan keluar berdasar kisi-kisi dari Bu Eka. Hampir sebagian besar keluar di soal. Sisanya aku lupa. Biarlah, nilai sempurna itu biar jadi bagian Ruri.

Kabar baiknya lagi, acara menginap hari Sabtu kemarin seru sekali, serasa piknik. Kami bikin acara bakar-bakar di pekarangan, ditemani kak Nico, kakak Joan yang juga ngga ikut ke Malang. Setelah menghabiskan banyak jagung, sosis, ayam, dan daging sampai bergerak aja sulit karena kapasitas perut yang penuh, kami duduk-duduk santai di pekarangan, diiringi suara dan alunan gitar dari Kak Nico. Syahdu sekali. Baru besok paginya aku dan Joan (yang dibangunkan dengan penuh perjuangan oleh Ruri karena sulitnya kami berdua melepaskan diri dari dekapan guling) belajar untuk persiapan ulangan.

Menginap di rumah Joan membuat aku melihat secara dekat hubungan antara Joan dan Kak Nico. Sebagai kakak, Kak Nico ini baik banget. Aku jadi iri pada Joan. Beruntung sekali dia. Andai aku juga punya kakak laki-laki yang suaranya bagus, jago main gitar, bisa nyetir mobil, bisa potong ayam, bisa bakar sate, bisa cuci piring, mau buang sampah, mau jajanin bubur ayam, dan ngga takut kecoa, pasti membahagiakan sekali. Tapi apa daya yang aku punya adalah Ale, adik laki-laki yang kesulitan ngomong R, masih belajar untuk lepas pampers, dan yang terburuknya, manipulatif.

Nah ini dia kabar buruknya. Aku sama sekali ngga nyangka, untuk ukuran balita yang membaca saja belum lancar, Ale punya akal yang sangat cerdik menjurus ke licik. Insiden terinjaknya mainan Ale tempo hari yang membuatku harus membelikan mainan baru itu ternyata sama sekali bukan kecelakaan atau ketidaksengajaan, melainkan sebuah taktik terencana. Itu semua trik!!

Tadi secara ngga sengaja aku menyaksikan sepak terjangnya dengan mata kepalaku sendiri. Ale menyelipkan hot wheelsnya yang sudah lama ke bawah karpet, bermain dengan anteng di dekat situ sambil menunggu ada yang lewat, lalu ketika Ayah lewat dan menginjak hot wheelsnya, dia menangis dan meminta dibelikan hot wheels baru beserta lintasannya. Setelah Ayah mengiyakan, baru Ale berhenti menangis. 

Astaga

Jadi itu semua disengaja. Sebuah trik untuk dapat mainan baru. Aku dan Ayah sudah terjebak taktiknya. Aku ngga percaya. Anak usia tiga tahun bisa punya akal bulus semulus itu. Sukses pula, berhasil mengadali orang dewasa berkali-kali lipat dari usianya. Entah Indonesia harus bangga atau waswas punya generasi penerus masa depan bangsa seperti Ale.

Tapi ngga bisa kupungkiri, keberhasilan Ale membuatku tergoda untuk mencobanya juga. Taktik Ale dulu membuatku kehilangan isi dompet, jadi ngga papa dong kalau aku meniru triknya. Hitung-hitung sebagai ganti rugi. 

Aku pun mencoba trik yang sama, menyelipkan lip gloss berwarnaku yang sudah hampir habis ke bawah karpet. Pas sekali, ngga lama Ibu lewat, menginjak lip glossku sampai terdengar bunyi "kraaak". Yes, Ibu terjebak! Aku menghampiri Ibu sambil marah-marah dan meminta ganti dibelikan yang baru. Berhasilkah? 

SAMA SEKALI NGGA. 

GATOT ALIAS GAGA TOTAL. 

Ibu malah balik memarahiku katanya salah sendiri naruh barang sembarangan, kok bisa-bisanya ada disitu, nyimpan sesuatu harus yang rapi di tempatnya, udah besar jangan sembrono, belajar rapi, bukannya bantu Ibu beberes malah ngeberantakin asal naruh barang, nanti kalau hilang Ibu lagi yang ditanya disuruh cari, bla bla bla bla... Panjang lah jadinya. Lebih panjang dari amanat Pembina di upacara bendera. Sampai kesalahanku yang lalu-lalu pun turut dibahas. Menyesal aku ngikutin Ale.
Kamis, 21 Mei 2020

(Fiksi) Dunia Aladita - 4

Jumat, 1 Februari 2019

Setelah dua hari menghambakan diri menjadi pesuruh Ibu yang siap diperintah apa saja dari belanja, cuci piring, nyapu, ngepel, sampai jagain Ale, akhirnya aku mendapat izin resmi dari Ibu agar boleh menginap di rumah Joan besok (kerja bagus, otot-ototku. Kalian sudah berusaha keras. Aku bangga). Besok katanya orangtua Joan harus pergi ke Malang menghadiri acara nikahan kerabat dan kemungkinan pulang Minggu malam. Joan disuruh di rumah saja buat belajar karena Seninnya kami ada ulangan Biologi. Jadi Joan ngajak aku dan Ruri buat nginep di rumahnya, nemenin sekalian belajar bareng.

Joan dan Ruri adalah sahabatku. Joan nama aslinya Joanita. Waktu kecil nama panggilannya itu Ani, tapi katanya dulu ada bocah iseng yang suka ngeledek dia sebagai pacar Roma Irama. Tiap kali Joan lewat, bocah itu pasti menyanyikan lagu Ani dengan keras. Joan sebal, dan memutuskan mengganti nama panggilannya jadi Joan. Kadang aku dan Ruri iseng manggil dia dengan nama Ani, tapi mengingat sabuk karatenya yang sekarang sudah warna hitam, kami merasa nyawa kami tak pantas dipertaruhkan hanya untuk melihat wajah cemberut Joan, jadi kami menurutinya untuk memanggil dengan nama Joan. Selain karate, Joan juga suka hal-hal penyebab keringat lain seperti lari, badminton, dan basket. Terkadang ia meneleponku pagi-pagi untuk mengajak jogging, tapi yang benar saja, selimutku terlalu posesif.

Sahabatku satu lagi namanya Ruri. Dia suka membaca. Benar-benar suka membaca. Beda denganku yang ranah bacaannya hanya seputaran novel dan komik. Brosur yang dibagikan di mall, keterangan ingredients di belakang snack, spanduk tepi jalan, segala hal dia baca. Pernah ketika sedang naik ojek, dia menyuruh abangnya ngebut mengejar pengendara motor jauh di depannya. Menyangka telah terjadi suatu kejadian yang mungkin bersinggungan dengan kriminalitas, Abang ojek menyanggupi permintaan Ruri. Adegan kejar-kejaran ala film terjadi. Abang ojek mengebut, menyalip-nyalip, sampai menelusup di antara sela-sela kendaraan lain. Sungguh mendebarkan. Setelah terkejar dan berhasil merendengi pengendara itu, yang terjadi ternyata Ruri hanya mau membaca tulisan di kaos Dagadu yang pengendara itu pakai. Antiklimaks. Abang ojek itu? Sekarang dia jadi ojek langganan Ruri. Entah sudah berapa banyak misi pengejaran kaos Dagadu yang mereka lakukan. 

Ngomongin Ruri, aku jadi teringat kalau aku punya kenangan ngga mengenakkan yang secara ngga langsung berkaitan dengan dia. Dulu waktu bagi rapor kenaikan kelas pas SMP, aku ngga sengaja denger Ibu ngobrol-ngobrol sama Mamanya Ruri. Kira-kira begini percakapannya. 

Ibu : Wah selamat ya Bu, Ruri ranking satu lagi. Makan apa sih dia sampai pinter gitu?

Mama Ruri : Ya biasa aja Bu, makan nasi kok. Cuman dia suka banget makan telor ceplok pake kecap.

Gara-gara itu, setiap hari, bener-bener setiap hari, dari Senin sampai ke Senin lagi, Ibu selalu bikinin aku telor ceplok pake kecap. Selalu. Baru berhenti setelah sesosok bisul cantik bertengger anteng di punggungku. Masih terbayang olehku bagaimana pedihnya menjelang bisul itu mau pecah. Hih. Sejak itu aku benci sekali dengan telor ceplok dikecapin. Telor dadar masih enak. Omelet aku suka. Telor gulung itu surga.

Wah udah jam segini. Aku mau siap-siapin bawaan buat besok dulu.

Yang harus dibawa buat nginep :
- baju ganti sama daleman. Yang cakep.
- sikat gigi dan sabun muka. Odol, sabun, sama sampo minta Joan aja.
- piama lucu satu stel. Jangan belang-belang atasannya beruang bawahannya kelinci.
- masker bawa tiga buat maskeran malem-malem.
- make up pouch sama isi-isinya bawa semua.
- cemilan dan minuman. Yang banyak. Joan makannya banyak soalnya. Snack chitata wajib.
- kartu uno buat main. Bedak tabur buat yang kalah ada di make up pouch.
- YA AMPUN BUKU BIOLOGI BUAT BELAJAR LUPA!


Rabu, 20 Mei 2020

(Fiksi) Dunia Aladita - 3

Rabu, 30 Januari 2019

ASTAGA ASTAGA ASTAGA!!!!

Hari ini salah satu hari terbaikku di dunia! DTS, boyband negeri ginseng paling keren sedunia (duniaku seengganya. Mohon maaf ya fandom lain) baru aja meluncurkan mv baru lagi sore ini!!!! Horeeee!!! Tadinya aku pengen pingsan saking senangnya, tapi ngga jadi. Gimana nontonnya kalau pingsan kan, jadi aku ganti loncat-loncat keliling kamar aja.

Aku ngga habis pikir, kenapa personil DTS ini keren-keren sekali??? Waktu menciptakan mereka, pasti Tuhan sedang dalam mood terbaiknya. Terutama saat Jun. Aduh Jun ini.. Sebagai istri onlinenya, aku bangga sekali punya suami seperti Jun. Kalau aku penulis kamus 1 milyar kata Indonesia - Korea, kata ganteng pasti aku terjemahkan jadi Jun dalam bahasa Korea. Gantengnya melebihi standar rupawan manusia biasa. Curiga jangan-jangan dia diciptakan sebagai representasi bidadara surga bagi para manusia bumi. Definisi ganteng yang sesungguhnya.

Tapi selain Jun, entah kenapa belakangan ini perhatianku juga tercondong pada RA, leader DTS, pengisi bagian rap. RA emang ngga seganteng Jun, tapi karisma yang dipancarkan ngga kalah dari Jun. Dia punya auranya tersendiri. Kayaknya apa aja yang dia lakuin meski sekadar senyum doang pun enak dilihatnya. Minta dilimpahi curahan cinta kasih banget. Selain itu, dia juga penuh dengan talenta. Pintar berbicara bahasa Inggris, pandai bikin lagu, jago ngerap.., duh, ngga bisa terbantahkan kalau RA KEREN BANGET!!! Aku sukaaa!!

Duh, seperti inikah rasanya mencintai lebih dari satu orang? Aku ngga bermaksud berpaling dari Jun. Dia ngga hilang, dia tetap suami online kesayanganku dan akan selalu begitu. Tapi aku ngga bisa mengingkari kata hatiku sendiri. Aku ngga bisa membantah ini. Tanpa kusadari, ternyata aku sudah jatuh. Jatuh yang tidak nyeri, tapi membawa rasa dalam hati. Tanpa memperkecil ruang yang ada, aku membangun ruang yang sama lapangnya. Aku jatuh cinta pada RA, tanpa kehilangan cintaku pada Jun. 

Ya ampun, aku terlibat cinta segitiga!

Ya Tuhan, kenapa Kau tempatkan aku pada cinta segitiga seperti ini? Aku mohon, jangan sampai nanti Jun dan RA harus bertengkar karena memperebutkan aku. Aku ngga mau hubungan persahabatan yang sudah begitu erat bagai saudara harus pecah gara-gara aku. Jangan sampai Kau tempatkan aku pada situasi yang mengharuskan aku memilih salah satu dan menyakiti yang lain. Aku ngga mau itu terjadi. Siapapun yang nanti terluka, aku ikut merasakan pedihnya. Untuk saat ini, biarlah aku menikmati rasa yang ada, mencintai lebih dari satu nama dalam satu masa.

Eh tapi kalau begitu, aku harus menyatakan diri sebagai istri online siapa ya? Istri Jun? Istri RA? Atau dua-duanya? Masa di usia 15 aku sudah menerapkan praktek poliandri?

Selasa, 19 Mei 2020

(Fiksi) Dunia Aladita - 2

Senin, 28 Januari 2019

Kalau disuruh menyebut dua hal di dunia ini yang bisa membuatku sebal sampai naik ke ubun-ubun, yang pertama adalah kecoa. Aku benci sekali makhluk itu. Saking bencinya, aku pernah berpikir untuk mengambil jurusan nuklir ketika kuliah nanti dan berencana membuat bom nuklir besar untuk memusnahkan populasi kecoa di dunia. Tapi kemudian aku tahu dari internet kalau kecoa ternyata kebal terhadap nuklir. Syukurlah aku tahu sekarang, sebelum aku benar-benar membuat mumet diri sendiri dengan memilih kuliah di bidang nuklir.

Hal kedua yang benar-benar jadi pemicu untuk aku terkena darah tinggi di usia muda adalah Ale. Dia adikku, usianya 3 tahun. Aku bukan membencinya, ngga. Yang bikin aku sebal adalah perlakuan Ibu dan Ayah padanya. Ale diperlakukan bagai pangeran pewaris tahta terakhir kerajaan. Bagai keramik dari dinasti China jaman dulu. Disayang-sayang sekali.

Pernah waktu itu secara ngga sengaja aku menginjak mobil-mobilan Ale sampai bannya lepas satu. Sumpah, ngga sengaja. Mobil-mobilannya nyelip di bawah karpet, aku ngga lihat. Ale menangis keras. Ibu marah, menyuruhku membeli mobil mainan baru untuk Ale sebagai ganti. Kukatakan aku ngga mau karena aku butuh uang untuk beli merchandise DTS, tapi Ibu ngga mau mengerti dan malah mengancam akan memotongnya sendiri dari uang sakuku. Dengan rasa keterpaksaan yang tinggi, akhirnya aku pergi membeli mobil mainan baru untuk Ale dan menghabiskan waktu setengah jam di hadapan dompetku menangisi merchandise yang batal kubeli.

Dan yang membuatku makin ingin mengepos Ale dengan paket kilat ke Azerbaijan, Ale baru saja menghabiskan lipgloss berwarnaku. Dia memakainya untuk menggambar. Ibu dan Ayah bukannya memarahi Ale lalu menghukumnya untuk menjadi pelayanku seumur hidup, mereka malah membela Ale dengan alasan dia masih kecil, ngga mengerti yang dia lakukan dan memintaku memaafkannya. Reaksiku? Emosiku yang sudah naik ke kepala tentu saja menolak. Aku pergi ke kamarku, menutup pintu, dan segera mencari di internet berapa biaya pengiriman paket ke Azerbaijan.

Tak lama terdengar suara ketukan di pintu. Ternyata Ibu dan Ale di sebelahnya. Dia bilang Ale benar-benar menyesal dan ingin memberi sesuatu sebagai tanda permintaan maaf. Dengan wajah digemas-gemaskan, Ale menyodorkan secarik kertas sambil meminta maaf padaku. Secarik kertas berisi gambar hati. Digambar dengan sesuatu berwarna pink. Lipgloss berwarnaku.

Sial, biaya pengiriman paket ke Azerbaijan mahal sekali.



Senin, 18 Mei 2020

(Fiksi) Dunia Aladita

Minggu, 27 Januari 2019

Astaga. Sudah 15 tahun lebih aku hidup, tapi baru hari ini aku menemukan fakta tak terduga tentang jati diriku. Bermula dari tadi siang. Aku yang sedang sibuk mengulang-ulang *MV terbaru dari *DTS  untuk entah yang ke berapa kalinya biar jumlah viewsnya naik terus, dimintai tolong Ibu untuk ikut bantu beberes gudang. Ingin menolak tapi takut berdampak pada stabilitas uang jajan (yang sedang butuh-butuhnya banget demi album baru DTS), maka mau ngga mau dengan seperempat hati (karena sebagian besar hati sudah teralokasikan buat Jun DTS. Ngga bisa diganggu gugat) aku turun tangan ikut bantu ibu.

Kami membereskan banyak barang. Buku-buku pelajaran lamaku, debu, mainan lama adikku si Ale, debu lagi, peralatan rajut ibu waktu hamil Ale dulu yang diniatkan bikin topi dan sepatu sendiri tapi pembuatannya berhenti di tengah-tengah dan berujung beli juga pada akhirnya, debu lagi, gitar lama Ayah, debu plus sarang laba-laba, dan banyak lagi barang lama lainnya yang sudah ngga terpakai dan keberadaannya kami lupakan. Juga debu.

Di antara tumpukan buku, ngga sengaja Ibu nemuin album foto lama yang isinya foto-fotoku dulu waktu masih bayi polos, suci, lucu, dan tanpa dosa. Gemas, minta disayang. Terbawa nostalgia, Ibu bercerita tentang masa-masa saat hamil aku dulu. Aku lahir di Yogyakarta, kota tempat Ibu dan Ayah sempat tinggal selama beberapa lama karena Ayah ada urusan kerja di sana. Kata Ibu, tangis pertamaku pecah menyapa dunia tepat ketika azan Ashar berkumandang. Lalu ibu mengungkapkan fakta mengejutkan yang bikin aku tercengang. Fakta mengagetkan tentang diriku yang baru Ibu nyatakan sekarang, setelah 15 tahun aku hidup.

Namaku, Aladita Washar, yang kusangka hanya sekadar nama tanpa arti karena ketika kucari artinya dalam situs-situs arti nama di internet hasilnya nihil, ternyata dibuat oleh Ayah dengan makna dan maksud terkandung di dalamnya. Makna yang besar. Tentang jati diriku. 

ALADITA WASHAR. Anakku LAhir DI yogyakarTA WAktu aSHAR. 

Wow.

Kata Ibu lagi, untunglah aku lahir pas waktu Ashar, karena katanya kalau aku lahir di waktu siang hari, rencananya Ayah mau memaknakan namaku jadi Anakku LAhir DI yogyakarTA WAktu SIang haRi. 

Aladita Wasir.

Aku menulis ini sehabis berdoa panjang selepas salat, mengucap syukur sebesar-besarnya pada Allah atas Maha Baik Dia, yang atas belas kasih-Nya menjauhkan aku dari nama yang akan membawa aku pada derita ceng-cengan sepanjang hidup.

Salam,

Aladita Washar yang hampir jadi Aladita Wasir.

*Ket :
Mv : music video atau bahasa Indonesianya video musik.
DTS : boyband korea yang sekarang sedang beken-bekennya. Beranggotakan tujuh orang, yaitu RA, Jun, Saga, J-Hap, Jomin, P, dan Jong Kak.

Rabu, 06 Mei 2020

Cinta yang Dewasa

Kelak aku akan jadi membosankan. Kelak perbincangan denganku tak lebih menarik dari acara talkshow yang lebih banyak bercandanya dibanding sesi bincang-bincangnya. Kelak aku sekadar dianggap ada sebagai bagian dari rutinitas harian. Kelak pesan dariku tak lagi dirasa penting untuk dibalas dengan segera. Kelak cerita tentang bagaimana hariku berjalan akan terkalahkan oleh berita pemenang liga spanyol sebagai hal utama yang ingin didengar.

Lumrah. Bukan karena ada pihak yang salah atau ada hal yang bermasalah. Memang terjadi secara alamiah. Waktu dan keterbiasaan memudarkan debar dan getar tanpa tersadar. Percikan tak memercik selamanya. Terang kembang api hanya sejelalat, nyala api unggun hanya sesaat, pijar puntung rokok hanya sekilat. Segala yang membara akan menemui padam. Semua gelora akan mereda jadi temaram. Segenap yang berharga akan terdepresiasi, seperti nilai aset pada pencatatan akuntasi.

Bukan karena cinta sudah tak lagi di sana. Tidak, cinta tidak hilang. Kupu-kupu dalam perut mungkin sudah pergi entah ke mana, tapi cinta masih turut menyerta. Cinta tetap ada, hanya berubah saja wujudnya. Dia tumbuh mendewasa seiring waktu menuakan usia. Bukan lagi berupa asmara remaja yang penuh romansa. Bukan lagi tentang rasa berbunga-bunga dalam dada. Bukan lagi tentang sipu malu-malu saat perlahan jemari mendekat dan bertemu. Bukan lagi tentang mata yang kesulitan menutup di waktu tidur karena jantung terlalu kencang berdegup mengingat saat bibir saling mengecup.

Cinta berubah, menjadi keinginan untuk terus bertahan meski kenyataan tak lagi menampilkan hal yang indah-indah saja. 

(Serpong, 7 Mei 2020)
Minggu, 26 April 2020

Kesedihan dan Lelakiku


Satu hal yang aku sukai dari lelakiku, aku suka caranya menenangkan duka. Caranya memberi penguatan bukan dengan berkata "jangan bersedih". Dia mengerti, sedih adalah respon diri dalam menghadapi duka, seperti diri merespon komedi dengan tertawa. Sedih itu bagian dari emosi, katanya, maka dia mempersilakannya. Dia membiarkan segala yang membeban tercurah lewat air mata. Dia tidak melihatnya sebagai tanda kelemahan, melainkan tanda bahwa aku adalah manusia dengan segala rasa di dalamnya.

Dia tidak pernah menyepelekan alasan aku berduka, pun tak pernah mengerdilkan rasa sedihku dengan membandingkan kesedihan lain yang lebih besar. Dia tahu, ini bukan adu derita tentang siapa yang paling merana. Kecil atau besar, setiap duka adalah nyata. Kecil atau besar, lukanya sama terasa dalam dada.

Dia tidak pergi ketika kesedihan menghadirkan sisi burukku yang menyebalkan. Dia tetap menemani meski yang tampak di depannya adalah wajah cemberutku yang jauh dari kata cantik. Dia, lelaki dengan selera humor rendah, tapi candaannya mampu membuat tawaku kembali merekah. Dia, yang mungkin tidak bisa menjadikan keadaan lebih baik, tapi mampu membuatku menerima keadaan dengan lebih baik.

Terima kasih, lelakiku.

(Serpong, 26 April 2020)
Rabu, 22 April 2020

Kenyataan itu Pahit, Jenderal!

Aku ngga pernah nganggep diriku cantik. Tapi ngerasa jelek banget pun ngga. Pas-pasan lah, ngepas standar minimum. Agak meningkat kalau di foto, kebantu filter sama efek. Ibarat nilai SMPTN, mungkin masuk pertimbangan, tapi pada akhirnya kalah sama yang nilainya jauh lebih tinggi. Terbukti dari status asmara yang sempat mencapai rekor 24 tahun jomlo. Yang deketin ada, tapi ujung-ujungnya dia jadi sama orang lain. Status paling tinggi cuman jadi peramai notif atau teman penunggu jeda balesan chat yang lain. Sedih? Ngga juga. Justru aku pengen ketawa. Mentang-mentang aku suka komedi sampai aspek hidupku pun dibikin komedi. Benar-benar totalitas.

Tapi yang paling membekas di kepalaku adalah kejadian waktu magang jadi asisten lab dulu. Timku terdiri dari 3 orang. Satu dosen instruktur dan dua asisten lab, aku dan seorang adik tingkat lelaki sebut saja namanya R. Hubungan aku dan R biasa saja. Dekat tapi ya hanya sebatas rekan. Logika kami masih jalan untuk tau batasan. Aku masih belum move on dari patah hati lama dan dia pun udah punya pacar. Pacarnya masih mahasiswa ajar kami juga di lab.

Suatu hari, seluruh asisten disuruh kumpul oleh dosen instruktur utama untuk dikasih pengarahan. Hanya R yang belum datang. Temanku, D, diminta tolong untuk memanggilkan R. D ini teman sesama asisten lab sekaligus temen sekelasku juga. Dia manis, kalau senyum gingsulnya muncul menambah daya tarik.

Sebagai asistan lab yang memegang banyak kelas, aku cukup dikenal di antara mahasiswa lain. Namun yang banyak dekat denganku kebanyakan perempuan karena kalau lagi pada ngobrol kadang dengan SKSD-nya aku ikut nimbrung. Lumayan, wawasanku seputar pergibahan dunia mahasiswa jadi meluas. Aku tau si ini dekat dengan siapa, atau si itu sedang pada masalah apa di kelas. Sebaliknya, D populer di antara mahasiswa laki-laki. Kadang kalau sedang bareng dia, ada aja yang nyapa-nyapa genit. Dasar ya orang cantik.

D yang disuruh memanggil R menemukan dia sedang bersama pacarnya.

"R, dipanggil tu suruh ngumpul."

"Oke deh, bentar."

R buru-buru pamit pada pacarnya dan segera menyusul D. 

Besoknya di lab, kulihat R datang dengan wajah lesu tanpa gairah hidup. Kalau aku ngga kenal dia, tebakanku pasti habis kalah judi.

"Cewek gue cemburu sama D masa.."

Lah belum ditanya udah curhat duluan. Narasumber idaman wartawan banget.

"Katanya ngapain dia manggil-manggil sampai nyamperin, aku sama dia ada hubungan apa, gitu katanya.."

Aku diam menyimak cerita R. Otakku sibuk mencerna, mencoba mengurai cerita untuk diambil pesan moralnya. Jadi pacarnya R cemburu sama D karena perkara D disuruh manggil dia doang. Hmm, posesif dan insekyur sekali. Jangan-jangan R juga dilarang belanja ke Indomaret, takut diselamat pagiin mbaknya. Aku kebayang juga pas R isi pulsa ke konter tiba-tiba pacarnya sewot, "ngapain bagi-bagi nomor hape ke mbaknya, minta banget dihubungin??". Aku mengikik dalam hati. Kasihan sekali hidupnya ngga bisa bersinggungan dengan wanita lain.

Eh tunggu, tapi kan pacarnya liat aku sama R bareng tiap hari. Ngga papa tuh. Ngga ada komplen. Sering kita cuma berdua aja di lab untuk ngenilai tugas atau ujian. Pernah juga kita boncengan nyari gorengan atau kerupuk buat temen ngemil ngisi jam kosong. Ngga ada R cerita pacarnya cemburu. Anteng-anteng aja. Hmm. Aku tau sekarang pesan moralnya.

Pesan moral : D yang cantik dianggap sebagai ancaman, bahkan sekadar manggil aja dianggap sebagai tanda bahaya. Sedangkan aku tidak cukup membahayakan untuk dikhawatirkan di mata perempuan lain jadi mau tiap hari bareng juga aman-aman aja alias lu ngga masuk standar bahaya untuk layak dicemburui alias lu ngga cakep weeeiii.

Meh, kenyataan jujur amat yah.
Minggu, 15 Maret 2020

Semoga Seperti yang Biasa

Beberapa hari lalu aku kena batuk pilek. Hal yang dalam kondisi normal buatku wajar, karena memang imunku bisa dibilang lemah. Kena hujan pilek. Kebanyakan makan pilus garuda batuk. Ngga dikabar-kabarin pacar meriang. Mudah sekali jatuh sakitnya. Rasanya intensitas temu antara aku dengan penyakit jauh lebih tinggi dibanding intensitas temu-temu cantik antara aku dan sobat-sobatku. Mungkin karena penyakit ngga pernah bikin wacana ngajak ketemu yang di-"hayuk kapan?"in tapi ngga ada kabar setelahnya. Penyakit cenderung dadakan, ngga janjian, ngga chat dulu di whatsapp, tau-tau dia dateng aja. Ah jadi pengen bikin ig story bareng penyakit pake tulisan "emang yang dadakan selalu jadi". Saking seringnya jumpa penyakit dan terbiasa dengan obat, aku sampai pada level bisa menelan obat tanpa bantuan air. Kayak makan sonice aja. Tinggal leb.

Kena batuk pilek bagiku bukan hal besar. Biasa itu. Makanya kutanggapi dengan biasa saja. Santuy kayak di pantuy. Minum obat, beli you c 1000 di alfa (plus jajanan lain), banyak makan, banyak tidur, 2 atau 3 hari kemudian sudah berangsur sehat. Hari ke-4 tinggal bersihin sisa-sisaannya berupa slime-slime organik dalam hidung atau tenggorokan. Hari ke-5 sudah ngegrabfood es boba lagi. Alurnya kira-kira begitu dalam kondisi biasa yang normal. Hanya saja kondisi kita dan dunia saat ini mulai bergeser dari normal jadi merisaukan. Pandemi corona yang belakangan semakin ramai membuat batuk pilek jadi hal yang membawa kecemasan bagi orang-orang. Termasuk aku.

Beberapa hari lalu ketika hidung mulai mampet, bersin mulai sering, dan rasa gatal terasa di tenggorokan, aku dilanda rasa waswas. Panik.

"Kok di saat-saat begini aku batuk pilek sih?? Batuk pilek biasa bukan ya?? Katanya kan gejala-gejala corona sama batuk pilek biasa mirip-mirip gitu, kayak Choi Siwon sama Boy William!! Eh tapi katanya yang resiko besar terkena corona itu yang ada rekam jejak perjalanan ke luar negeri kok. Aman deh. Eh ngga, ngga, tunggu, KEMAREN KAN AKU KE BEKASI!!!"

Diliputi rasa cemas dan ketakutan, aku pun memutuskan menetap terus dalam rumah, ngga ke mana-mana. Kerja pun ngga. Karena udah resign sebelumnya.

Di rumah aku terus berupaya menyembuhkan diri. Minum obat, konsumsi vitamin, makan yang bergizi selain mecin, tidur cukup, ngurangin es, sering cuci tangan, nurutin apa kata orang tua, dan berdoa sungguh-sungguh semoga cuma batuk pilek biasa, bukan kayak yang aku khawatirkan.

"Jangan sampai, ya Allah. Jangan sampai namaku menambahi jumlah angka dalam daftar positif terjangkit corona. Imun lemah kayak aku kena virus kuat apa jadinya, ya Allah. Lagipula aku ngga suka makanan rumah sakit, hambar kurang mecin."

Berulang terus aku merapal doa sembari terus melakukan yang aku bisa untuk segera mencapai kesembuhan. Ayo badanku, jangan cuman mepet pejantan aja, untuk berjuang sembuh juga jangan kasih kendor!

Sekarang sudah hari ke-4 sejak aku kena batuk pilek. Alhamdulillah, kondisiku sudah jauh lebih baik dan berangsur menuju sehat sepenuhnya. Alhamdulillah, batuk pilek biasa. Demam sudah ngga ada, batuk sudah mereda, mampet sudah ngga kerasa, dan bersin-bersin sudah jadi cerita lama. Tersisa slime organik yang masih bertahap dikeluarkan. Alhamdulillah. Sembuh dari batuk pilek ngga pernah terasa semelegakan ini.

Namun aku tetap terus merapal doa. Doa yang lain.

Semoga segala kecemasan ini lekas sepenuhnya terangkat. Semoga yang teruji positif bisa terus semangat dan segera diberi sehat. Yang tidak terjangkit semoga bisa terus menjaga kesehatan diri agar sistem imun selalu kuat. Dan semoga pihak-pihak yang punya wewenang segera mengambil tindakan yang tepat sebelum keadaan menjadi semakin gawat.
Kamis, 27 Februari 2020

Parfum Baruku

Aku sering kurang beruntung perihal mencoba-coba hal baru. Pilihan-pilihan yang kuambil berdasar pertimbangan nekat dan rasa penasaran seringkali hanya bikin ekspektasiku yang tadinya tinggi terkulai lesu. Sesederhana beli parfum. Bosan berwaktu-waktu dengan aroma yang itu-itu melulu, aku pun menuruti hasrat dari jiwa petualangku untuk membeli parfum berbeda dari yang dulu-dulu.

Namun seperti yang sering dikatakan orang-orang, untung tak dapat diraih, Malang tak dapat dipisah dari Jawa Timur. Parfum baruku, pemberontakan dari rasa bosanku, pendobrakan zona nyamanku, pemenuhan hasrat coba-cobaku, berakhir jadi bahan ceng-cengan rekan kantorku.

Salahku juga sih, beli online tanpa pernah tau aromanya kayak gimana. Memutuskan beli pun bukan karena dapat rekomendasi, baca review sana sini, atau berdasar pendapat ahli, tapi atas pertimbangan... namanya bagus. Nuansa namanya tu menimbulkan kesan berkelas, anggun, dan elegan. Tapi apa daya, maksud hati harum seperti bangsawan, lah malah kayak kembang kuburan. Aromanya tu agak apa ya... dibilang wangi ngga, dibilang aneh ya iya. Tercium dominan melati, sehirup singkat jeruk, dan sekelebat aroma lain yang entah apa tapi ngga rukun satu sama lain. Percampuran wangi yang kurang padu. Pembauran bau yang kurang akur.

"Dih bau apaan sih nih!" Mbak Intan misuh-misuh sambil mendengus-dengus mendapati aroma parfum baruku semerbak di udara, "Kayak bau jenazah baru dimandiin tau ngga!"

"Iya ih, apa sih nih?" Kaka Tya mengendus ujung botol parfum dengan muka mengernyit ngga menyenangkan seakan-akan habis melewati toilet umum terminal, "Kayak bau Suzanna!". Lah macam sobat kental yang tiap minggu hangout bikin ig story bareng Suzanna aja Kaka Tya nih segala tau baunya.

"Eh ini mah kayak bau guru ngaji tau!" Mbak Ida menyemprot sedikit di pergelangan tangan, lalu menghirupnya lekat, "Iya nih. Kalau pulang ngaji terus salam tu, nah tangan gurunya kayak gini wanginya nih!"

Kesimpulan : parfum baruku adalah aroma dari Suzanna yang dulu berprofesi sebagai guru ngaji namun takdir Allah menentukan beliau harus tutup usia dan jenazahnya baru saja selesai dimandikan.

Epilog : parfum baruku akhirnya ditaruh di kantor, lebih tepatnya di dekat kamar mandi, digunakan untuk menyamarkan aroma sisa-sisa pencernaan hasil pembusukan makanan yang baru dikeluarkan, yang sempat menimbulkan kepanikan pada bos karena LAH KOK SIANG SIANG ADA BAU BAU MELATI??