Pages

Kamis, 26 Desember 2019

Masalah Jarak

Banyak hal yang sudah direnggut jarak dari kita
Peluk
Sentuh
Dekap
Genggam
Dan hal-hal favorit kita lainnya yang hanya bisa dirasakan dalam dekat
Jarak mengambil banyak
Menyisakan hanya sedikit sekali
Di antaranya waktu untuk bertukar rindu
Rindu yang kita bungkus menjadi tanya tentang kabar
Kabar tentang cerita apa yang terjadi hari ini
Cerita yang kadang membawa kita berandai-andai
Andai aku di sana, temani kamu jalani berdua
Sialnya jarak mengambil banyak
Menyisakan hanya sedikit sekali
Di antaranya harapan
Harapan yang jadi bekal untuk bertahan
Harapan yang kita tumbuhkan sebagai tujuan
Harapan yang dalam doa berulang-ulang dirapalkan
Harapan untuk kelak jarak akan mampu kita rekatkan
Menjelma ruang yang kita sebut rumah

(Cikini, 27 Desember 2019)
Selasa, 10 Desember 2019

Mereka Sudah Tau

Dia sudah tau.

Sebelum kalian bilang perutnya nampak makin membuncit pun dia sudah tau. Dia bisa merasakan, entah dari celana yang biasa digunakan jadi lebih menyempit, atau sejelas jarum timbangan yang makin bergeser ke kanan ketika menimbang. Dia sudah tau itu.

Waktu kalian sampaikan mukanya nampak parah dengan jerawat yang bertebaran pun dia sudah tau. Kan dia yang merasakan kedut-kedut nyerinya waktu mereka masih calon jerawat menuju matang.

Setiap harinya ngga pernah absen mereka bercermin. Tentu semua terlihat. Dagu yang nampak makin berlipat-lipat. Gundukan daging yang menebal di perut dan pinggang. Noda-noda kehitaman bekas jerawat mengisi area wajah yang tadinya bersih. Pun dengan kontras warna kulit yang menggelap di area tak tertutup pakaian. Terlihat dan terasa sendiri oleh mereka, tak luput dari indera.

Mereka sudah tau, sejelas matahari di terik siang, seterang itu semua tertampak dalam pandang. Maka diam saja, tak usah berkomentar. Simpan semua kata, biarkan hanya terucap dalam kepala, karena informasi kalian tidak berguna. Mungkin lebih baik kalau kalian memberitahu fakta-fakta lain yang bisa jadi mereka belum tau. Seperti negara mana yang pertama kali menjalankan sistem pemerintahan monarki, atau bagaimana sistem pencernaan pada bintang laut bekerja.
Selasa, 03 Desember 2019
Hidup mulai terasa melelahkan. Sekadar melanjutkan napas hari demi hari pun rasanya berat. Pagi di mataku tak lebih dari sosok antagonis yang kedatangannya ingin kumaki-maki. Sialan, untuk apa datang lagi?
Sabtu, 04 Mei 2019

Balada Jam Tangan

Jam tangan keponakanku, Aya, ketinggalan saat kemarin liburan sekolah dia menginap di rumah. Baru ingat saat sudah di jalan pulang menuju rumahnya. Mau balik lagi sudah jauh. Mau dibiarkan saja tapi itu bukan jam tangan biasa. Smartwatch dengan harga lumayan, setara biaya kencan menu premium di Kintan Buffet. Dilengkapi dengan fitur telepon untuk Aya menelepon minta jemput kalau sudah pulang sekolah, karena di usianya yang baru 2 SD, dia masih belum diberikan kewenangan untuk punya hape sendiri. Plus dilengkapi GPS yang bisa memantau di mana Aya berada. Jadi kalau pada jam-jam pelajaran yang harusnya ada di kelas ternyata orangnya malah lagi di kantin makan indomie, Ibunya bisa tau. Tapi syukurlah selama ini ngga pernah terpantau begitu. Masih pelajar baik-baik.

Karena fungsinya yang begitu penting (dan harganya terutama. Mahal coy!) Emaknya Aya ngga rela kalau jamnya dibiarin gitu aja tertinggal. Aku sebagai seorang anak yang pernah mengalami beratnya tekanan batin dan mental karena meninggalkan barang yang dianggap penting bagi Ibunda (baca : tupperware), paham sekali bagaimana perasaan Aya saat itu, perasaan cemas yang dipicu oleh kekhawatiran bila nanti harus hidup sebagai penduduk warga negara tanpa status yang jelas karena tak terdaftar di kartu keluarga manapun. Kasihan sekali anak sekecil itu. Sebagai tante, aku ngga bisa tinggal diam.

Maka kukatakan pada Teteh supaya ngga usah khawatir. Kalem. Jangan bimbang jangan takut. Di sini Rosita hadir memberi solusi, bukan hanya janji. Kubilang biar jamnya nanti kupaketkan ke sana via JNE. Teteh pun setuju. Problem solved. Nasib seorang anak berhasil diselamatkan. Tinggal aku di sini kebingungan, wadahin jamnya pake apaan nih??

Awalnya, jamnya ingin kumasukan saja ke dalam pouch kain lalu langsung bungkus dengan kertas cokelat. Bahan seadanya yang ada di rumah. Tapi bentuk bungkusannya jadi meletoy-letoy, tidak rata, sulit ditulisi untuk alamat, dan rawan benturan pula. Aku butuh sesuatu yang kotak untuk wadah menyimpan jamnya. Aku pun berkeliling menggeledah isi rumah mencari wadah kotak yang bisa digunakan. Sempat terpikir untuk memakai wadah tupperware milik Mamaku, tapi nyaliku tidak setinggi itu untuk melakukan hal yang kelewat ekstrim. Maaf saja, aku bukan adrenaline junkie.

Sampai di kamar adik lelakiku, aku melihat sesuatu. Suatu barang terbungkus dengan kotak. Aha. Sebuah lampu menyala di atas kepalaku. Pakai ini saja. Masih ada isinya dan nampaknya masih baru, belum dibuka. Tapi ya sudahlah. Sebagai seorang kakak, tingkat hierarkiku di rumah ini tentu lebih tinggi daripada dia. Kalaupun nanti dia protes, bisa aku sogok dengan somay pengkolan. Aku pun mengeluarkan isinya dari kotak, memakai kotaknya untuk menyimpan jam, membungkus kotak dengan kertas cokelat, menuliskan alamat, lalu menyerahkannya ke JNE terdekat. Sempurna. Mission accomplished.

Esok siang, sebuah telepon dari Teteh masuk ke hapeku. Kuangkat, ternyata itu Aya.

"Uwo, makasih ya, jam tangan aya udah nyampe."

Meski hanya via suara, namun terasa olehku rasa terima kasih yang amat membuncah, mengaliri setiap kata yang keluar dari mulut Aya. Rasa terima kasih karena aku sudah membantu menyelamatkan hidupnya. Pahlawan memang tidak selalu berjubah, bisa jadi dia berdaster.

"Iya, sama-sama Aya. Alhamdulillah udah nyampe. Nanti hati-hati jangan ketinggalan lagi ya?"

"Iya Wo, tapi Wo.."

Hening sejenak dari seberang

"Wo, kok dibungkusnya pake kotak kolor sih? Kolor laki-laki lagi. Ih kan Aya kaget pas buka, ada gambarnya!"

Momen haru penuh syukur pecah digantikan suara tawaku membahana dan suara Aya di seberang bersungut-sungut. Iya, kotak yang kuambil dari kamar adikku adalah kotak kolornya yang baru dibelikan oleh Mamaku. Bergambar.. yah tau lah kotak kolor laki-laki gambar depannya apa!

Sabtu, 12 Januari 2019

Musim

Aku ingin bersama kamu pada setiap musim yang berjalan.

Pada musim hujan aku ingin berbagi hangat berdua dalam selimut sambil bergelungan.

Pada musim kemarau aku ingin bersama singgah di minimarket terdekat untuk membeli es krim kesukaan.

Pada musim duren aku ingin menemani saja dari jauh, membiarkan kamu melahap sendiri buahnya sampai tandas sementara aku terheran-heran tak mengerti bagian mana dari buah itu yang membawa kenikmatan.

Pada musim kondangan aku ingin denganmu menghadiri hajat setiap kerabat yang sudah mengundang mengenakan busana bermotif kembaran.

Intinya denganmu aku ingin terus bersisian, melewati satu demi satu musim yang terus bergantian.

(Serpong, 10 Januari 2019)