Pages

Jumat, 28 Agustus 2015

Angin

Kurasakan sebuah jawilan menyentuh pundakku. Aku menoleh. Angin ternyata.

"Hai," sapa Angin dengan senyum terkembang "Aku akan mengembara ke selatan. Mau menitipkan sesuatu, cinta misalnya? Biar nanti kuhembuskan ke telinganya."

Aku tertawa, "Tidak, tak perlu. Kau mungkin bisa menghembuskan cinta ke telinganya, tapi tidak ke dalam hatinya."

Selasa, 25 Agustus 2015

Surat Untuk Rosita 10 Tahun

Halo Rosita, ketika baca surat ini, apa yang sedang kamu lakuin? Sedang baca komikkah? Atau nemenin Mama nonton film telenovela? Atau nyoba nulis cerita sendiri di atas buku tulis bekas yang udah ngga kepake? Atau sedang ngeliatin kerumunan anak-anak yang lagi main, pengen ikutan tapi malu untuk ngebaur?

Halo Rosita, anak canggung yang pemalu dan takut sama orang asing. Yah, orang asing selalu bikin kamu takut. Kalau kamu dengar cerita dari Mama atau Abah, kamu pernah lho nangis histeris ketika ketemu Abah yang lama ngga pulang, ingat ngga? Pasti ngga, karena saat itu kamu masih balita.

Ah, maap yah, aku terlalu bersemangat nulis sampai lupa ngenalin diri aku. Tenang, ngga usah takut, aku bukan orang asing yang punya niat untuk nyulik kamu kok. Suer deh. Sekarang coba kamu merem, dan bayangin sosok kamu ketika berumur 23 tahun. Kebayang ngga? Kebayang? Nah, itulah aku. Kamu, 13 tahun kemudian.

Maap aja ya, pertanyaan kamu seputar masa depan ngga bakal aku jawab, sepenasaran apapun kamu. Jodoh apalagi, karena sampai sekarang aku pun belum tau. Wahaha. Tapi biar aku kasih bocoran sedikit deh. Di umur 23 nanti, kamu cukup bahagia kok, kamu punya apa yang saat ini kamu ngga punya, sahabat dan teman-teman yang baik. Nanti, kamu ngga usah lagi berusaha terlalu keras untuk disenangi atau maksain diri ikut-ikutan orang supaya diterima. Nanti, bakal ada orang yang nyapa kamu dan ngajak kamu duduk sebangku sama dia. Nanti, sepi kamu ngga bakal terlalu pekat lagi. Sabar yah. Udah ah segitu aja bocorannya.

13 tahun kemudian, hidup kamu cukup bahagia, tapi kadang penyesalan masih suka datang ke pikiran kamu. Harusnya dulu aku begini. Harusnya dulu aku ngga begitu. Pikiran-pikiran semacam itulah. Yah, masa lalu emang ngga bisa dibenerin, tapi andai bisa, semoga lewat surat ini kamu di masa depan nanti bisa memperbaiki. Sini, aku kasih tau kamu..

1. Selesaiin apa yang udah kamu mulai. Belajar konsisten. Tekunin dan tuntasin. Ngerjain setengah-setengah ngga bakal ngehasilin apa-apa.

2. Jangan suka nunda-nunda. Kerjain apa yang bisa dikerjain sekarang, jangan dibesok besok. Nanti numpuk kamu stres sendiri lho.

3. Ngga ada salahnya dengerin nasehat orang kok, coba egonya kurangin dikit, kamu kan ngga selalu bener.

4. Cengengnya kurangin. Kelenjar air mata kamu gampang bocor. Perempuan harus kuat. Susah sih emang tapi...

5. Kalau bikinin Abah kopi, gulanya satu sendok aja, jangan banyak-banyak. Bilangin juga jangan keseringan, sehari cukup tiga.

6. Bekas cat tembok yang nempel di kulit susah dihilangin. Musti pake minyak tanah. Hati-hati kalau dapet tugas prakarya pake cat tembok, soalnya nanti minyak tanah susah dicari.

7. Jangan suka potong poni sendiri. Serius. Jangan.

8. Tumis kangkung rasanya ngga seserem tampilannya. Sumpah deh. Oh, dan salad hokben, kamu harus coba!

9. Tolong, jangan ikutan tren ngetik ketawa "wkwkwkwk".

10. Berbahagialah, hidup ngga seburuk yang kamu pikir.

Segitu aja yah, masih banyak sebenernya, tapi rahasia ah, biar kamu jalanin aja sendiri, biar kamu berproses dan belajar. Kadang proses emang rasanya pahit, tapi karena itu kamu bakal lebih ngehargain manis. Percaya deh sama aku. Selamat nikmatin kehidupan ya..

Tertanda,

Kamu, 13 tahun mendatang

Sabtu, 15 Agustus 2015

Kunjungan Pagi

Pagi singgah, ia datang mengetuk matamu.

Di tangannya sudah terbungkus rapi aneka persembahan sebagai buah tangan.

Embun bening, cericip burung, kemuning semburat fajar, goresan serat putih awan sirus, dan angin yang bergerak kemayu.

Cepat, bukalah mata, ia tak akan lama melakukan kunjungan.

Jumat, 14 Agustus 2015

Capek Soalnya..

"Aku mau mundur TA. Ikut gelombang dua aja!"

Aku menggaruk-garuk kepalaku. Bukan karena gatal ada kutunya, lebih karena frustasi. Aneka buku berisi huruf kecil rapat berdempatan dengan tebal melebihi batako bertebaran ngga keruan di sekitarku. Bau kebakar sedikit kecium dari otakku yang terlalu keras dipake. Laptop di depanku terbuka, di taskbar tampak banyak icon, tanda banyak program sedang dijalankan.

"Sama, aku juga!" Timpal Jerapah yang kadar mumet di wajahnya ngga kalah tinggi dariku.

Saat itu semester enam. Waktu paling memuakkan, menyebalkan, memusingkan, mengesalkan, meresahkan, dan aneka kata lain yang bermakna sama, bikin stres. Saya D3, jadi semester enam adalah waktu krusial di mana makhluk mengerikan bernama Tugas Akhir lahir. Semester enam. Waktu dimana kami sering sekali berdoa agar beliau yang sudah mencetuskan Tugas Akhir sebagai syarat kelulusan diampuni dosanya, terutama dosa terbesar bagi umat manusia yang sudah diperbuatnya itu.

Aamiin.

***

"Aku mau mundur aja kayaknya ke gelombang dua. Aku pusing. Listingnya bingung. Mentok di bab tiga pula."

Keluhan tak henti merepet keluar dari mulutku sementara Kutilang mendengarkan sambil mengernyitkan alis, tanda dia sebal.

"Yaelah, gitu doang mau mundur. Sayang waktu tau! Lu liat gue nih!"

Kutilang memperlihatkan kumpulan kertas yang penuh coret-coretan.

"Liat nih, revisian gue. Datanya masih kurang tapi pihak sana ngga mau kasih. Kalau ngga dapet, gue harus ganti judul."

Aku diam. Gantian kutilang yang merepet.

"Liat si Dika tuh, udah ngerjain sampai bab 3, suruh ganti judul cuma gara-gara tempat risetnya ngga punya SIUP. Dia mundur ngga? Ngga kan?"

Aku tetap diam.

"Lo enak, data dapet semua, tempat riset lancar, judul dari sana dibantuin bikin. Listing? Bisa minta bantu atau ajarin kan sama Instruktur Lab, akses gampang!"

"..."

"Masih kepikiran mundur?"

***

"Paaak! Boleh minta tolong ajarin normalisasi ngga? Buat bab 3 Pak."

Bel pulang tanda kuliah selesai sudah berbunyi sejak beberapa menit lalu. Lab komputer sudah kosong. Hanya ada Instruktur Lab, Pak Doni, di dalam. Asik mengutak atik laptopnya sembari menunggu jam mengajar yang masih beberapa jam lagi. Aku, Jerapah, dan Ndedes berdiri di depannya dengan mata berkilau memohon ala komik serial cantik.

"Hoo, normalisasi? Boleh, boleh.."

Kami bersorak. Pak Doni mengambil spidol lalu mulai menulis di papan nulis, menerangkan seraya kami duduk menyimak.

***

"Pak, kok listing saya ngga jalan ya, eksekusinya aneh. Liat deh pak."

Aku menyorongkan laptopku ke arah Pak Ilam, Instruktur Lab yang lain. Pak Ilam menggeser laptopku ke arahnya, lalu mengotak atik dan memperhatikan barisan coding yang sudah kuketik satu demi satu.

"Hooo, ini coba jangan pake rumus IF aja, pake rumus perulangan kayak DO WHILE gitu."

Aku manggut manggut sok ngerti padahal ngga. Sekilas mirip boneka anjing yang ditaro di dasbor mobil. Angguk angguk.

"Terus gimana pak?"

"Nih coba begini.."

Ketak ketik ketak ketik. Ngga berapa lama, program berhasil dijalankan dengan mulus.

***

"Hayo, lagi ngapain?"

Jerapah mengintip ke layar laptopku. Tampak barisan burung, ketapel, dan babi yang berbaris. Aku sedang main Angry Bird.

"Main. Ehehe.."

Jerapah memandangku galak, persis tatapan Ibu yang ngga sengaja habis mergokin anaknya nonton video tutorial. Tutorial bikin anak.

"TA kerjain woy, lanjutin lu! Malah mainan!" dumelnya.

"Iya, iya.."

Sambil menggerutu, kututup layar Angry Bird, membuka lagi Microsoft Word, dan melanjutkan mengetik landasan teori.

***

"Pak, mau bimbingan dong Pak!"

Hari Sabtu. Aku dan Jerapah yang melihat sosok Pembimbing kami datang langsung lari menghampiri.

"Yah, saya ngga ada jadwal bimbingan hari ini. Saya mau jadi wasit voli."

Penampilan Pembimbing saat itu memang sporty. Bukan kemeja dan dasi seperti biasanya, melainkan celana training dan kaus polo. Minggu itu memang sedang berlangsung pekan perlombaan olahraga.

"Yah..."

Aku dan Jerapah memasang wajah kecewa dengan raut senelangsa mungkin, berharap bisa memancing rasa ibanya. Dan berhasil.

"Tapi kalau kalian mau nungguin saya ngga papa sih. Tapi diem-diem aja ya jangan kasih tau yang lain."

"Siap Pak!"

Aku dan Jerapah pun menghabiskan sore menonton voli.

***

"Eh ntar bimbingan aku suruh bawa dari bab 1 sampai bab 4. Ngeprint yang murah di mana ya, sayang ntar dicoret coret."

"Di UIN ada tuh murah, selembar 100!" Seru Kutilang. Masalah murah memang Kutilang jagonya. Tau aja.

"Ah, jauh.."

"Kan naik motor. Hayuk bareng, lu gue bonceng, Jerapah sama Beruang."

"Hayuk lah!"

***

3 tahun berlalu. Waktu paling memuakkan, menyebalkan, memusingkan, mengesalkan, meresahkan, dan aneka kata lain yang bermakna sama yaitu bikin stres harus saya hadapi lagi. Bedanya, malaikat-malaikat penolong dan pemantik semangat tiga tahun lalu sudah ngga ada satu pun. Saya sendirian.

Boleh saya mundur?

Jumat, 07 Agustus 2015

Berubah!

Kalau nama saya masuk acara on the spot, kategori yang saya dapatkan pastilah 7 manusia ngga sehat se RT 19 versi on the spot. Makan saya sembarangan, banyakan junk food, gorengan, makanan manis, berlemak, serta aneka ria makanan yang bikin pakar makanan sehat dan vegetarian kena migrain akut.

Saya ngga suka sayuran. Iyuh. Eh kubis sama toge saya suka deng. KUBISa jalani hari-hari TOGEther with you. Eeaaa (oke kayaknya aku harus kurang kurangin nonton pesbuker). Makan sayur bisa dibilang langka. Ngga bisa disebut jarang karena hitungannya jauh di bawah jarang. Peristiwa langka. Macam melintasnya komet halley. Atau mendekatnya planet mars ke planet bumi. Atau mensyen dibales sama personil jkt48.

Saya suka buah, semangka apalagi. Aaaa buah warisan para dewa itu. Tapi kesukaan saya terhadap buah kalah telak sama kemalasan saya ngupas buah. Quote dari saya, "berikan saya 10 buah apel utuh, akan saya diamkan mereka sampai mereka jadi emas (diam itu emas kan? Kan kan kan?). Berikan saya 1 buah apel sudah dikupas dan dipotong, akan saya habisi mereka tanpa sisa". Jadi buah-buahan pun kalau ngga ada yang ngupas ya saya ndak makan. Gitu.

Saya jarang minum air putih. Boro-boro 8 gelas sehari kayak yang di iklan, segelas aja udah ngerasa kembung. Kecuali kalau air putihnya dipakein marjan dan dicelupin es batu, baru saya mau. Ditambah lagi saya ngga pernah olahraga. Wislah badan ngga ada sehat-sehatnya sama sekali.

Kebiasaan-kebiasaan saya yang jauh dari kata sehat berakibat pada kondisi badan yang payah banget. Saya ringkih. Kena ujan dikit pilek. Tidur ngga pake selimut masuk angin. Diperhatiin dikit baper. Boro-boro angkat besi, angkat jemuran aja napas langsung ngap-ngapan. Pencernaan pun macam jalanan ibukota jam jam pulang kantor. Bukan, bukan berarti banyak kang jualan sama yang minta-minta pas lampu merah, tapi ngga lancar. Terhambat. In other words, constipation. Sering susah buang air besar.

Selain faktor kesehatan, faktor penampilan pun kena pengaruhnya. Gumpalan gumpalan entah apa namanya saya ngga mau tau dan pura-pura ngga tau nongol nongolan di sekujur badan. Perut dan lengan terutama. Kalau rambut saya botak mungkin saya bakal dikira kembaran baymax. Gede, menggemaskan, enak dipeluk.

Awalnya saya masa bodo. Orang-orang berkata usia itu hanya angka. Dan menurut saya, begitu juga berat badan. Berat badan hanya angka. Kalau kata meme yang banyak beredar di path, toh nanti yang masuk surga itu yang timbangannya berat. YOLO. You only live once, eat whatever you want. If anyone tries to lecture you about your weight, eat them too. Gitu lah.

Sampai suatu hari, berbagai kejadian nyadarin saya. Salah satunya ketika menjelang lebaran. Tepatnya pas lagi siap-siapin baju buat mudik. Lebih spesifik lagi waktu sedang bongkar-bongkar lemari. Ketika itu nemu celana jeans dan baju yang lama ngga dipake. Selama beberapa bulan belakangan ini saya emang lagi suka pake rok dan jarang makein jeans. Pas nyoba make lagi... SAOS TARTAR KENAPA JADI PADA NGGA MUAT WOI, INI PASTI EFEK LAMA DISIMPEN DALEM LEMARI NGGA KENA PANAS MATAHARI JADI BAJU DAN CELANANYA MENCIUT, PASTI!! HVFT!!

Syok pertama.

Lalu beberapa hari setelah lebaran, kejadian yang lebih bikin syok terjadi. Nenek saya masuk rumah sakit. Beliau jatuh, dan karena jatuh itu kakinya jadi ngga bisa digerakin. Katanya sih karena ada fraktura, tulangnya pun ada pengapuran, dan ada masalah dengan bonggol sendinya. Gitu lah. Dokter bilang nenek saya harus operasi tapi keluarga ngga setuju karena resikonya besar. Faktor usia. Ngga mau dioperasi, nenek saya milih diterapi. Dan sampai sekarang kakinya ngga bisa dipake jalan. Segala aktifitas dilakukan di tempat tidur.

And it hits me.

Nenek saya bisa dibilang dulu hidupnya sehat. Jarang makan junk food, belum kenal mecin, makan banyakan sayur-sayuran, kemana-mana masih sering jalan, tapi tetep aja kepayahan ketika usia lanjut menyerang. Lalu saya lihat mama saya. Pola hidupnya ngga kalah sehat, bahkan sampai sekarang. Makan bakso nolak. Makan burger ogah. Makan pizza bergidik. Makan kebab geleng-geleng. Makan steak kayak yang disodorin baygon. Makan tumis kangkung baru lahap. Tapi tetep aja ketika terjadi pertambahan usia mama saya ngga bisa melawan. Di usianya sekarang, masalah persendian kadang datang.

Dan saya kepikiran.

Di usia segini aja saya udah ringkih, gimana nanti kalau saya udah tua??? Jangan-jangan awal 30an saya mulai sering encok dan awal 40an mulai harus pake tongkat. Aaaaakk, ngga maooooo!!!! Saya mau kayak sopia latjuba yang di usia 40an masih kayak kakak adek sama anaknya. Saya juga mau celana jeans lama bisa dipake lagi. Dan kalau pake jeans pun saya ngga mau keliatan mrecet banget kayak lepet berjalan.

Jadi saya pun membuat keputusan. Pola hidup saya harus diubah.

Dan beginilah saya sekarang. Dulu kalau ketemu sayur saya ngucap amit amit jabang bayi, sekarang saban pagi ngunyahnya sayur. Dulu kalau malem makannya beringas kayak kuli habis puasa daud, sekarang cuman minum jus. Dulu kalau minum harus yang berwarna dan berasa, sekarang mulai biasain air putih. Dulu ngemil kue dan keripik-keripikan, sekarang buah-buahan. Dulu sebelum tidur guling-gulingan nyari posisi enak, sekarang sit-up barang  2 sampai 3 hitungan. Baru habis itu guling-gulingan.

Kesiksa? Ya banget. Jangan ditanya. Ugh. Pediiiiih, jenderaaaaal! Awalnya saya ogah-ogahan, tapi Alhamdulillah orang-orang sekitar ikut ngedukung jadi mau ngga mau harus lanjut terus. Terutama Mama. Mama emang udah lama nyuruh saya untuk ngelakuin diet karena kayaknya bosen denger saya ngeluh tiap susah buang air besar dan ngedumel karena nemu baju lucu tapi ngga muat. Tapi tiap Mama nyuruh ada aja alesan saya untuk nolak. Lagi masa pertumbuhan lah, aktifitas lagi banyak perlu banyak nutrisi lah, lagi persiapan buat ujian masuk SMPTN lah, ngeles mulu deh. Makanya pas sekarang saya mau Mama ngedukung banget.

Ngga cuman dari keluarga, dukungan pun datang dari teman-teman. Kadang mereka negor dan ngingetin kalau saya mulai hilaf gara-gara tergiur gorengan. Tapi ada juga manusia jelmaan iblis yang iseng ngegodain makan dengan ekspresi nikmat berlebihan di depan saya. Hih. Kalau nemu manusia model begini, kasih sun aja ya gaes. Sun-dul pake helm. Huehehe.

Tips dari saya, kalau punya mimpi atau tujuan yang ingin dicapai, mintalah dukungan dari orang-orang sekitar. Jadi kalau kamu capek, lupa atau sengaja pura-pura lupa karena capek, ada orang yang bisa ngingetin dan nyemangatin lagi. Karena kalau sendiri pasti sulit.

Perjuangan emang ngga gampang, kalau gampang mah bukan perjuangan namanya, tapi soal kuis di tipi. There must be a sacrifice for what you really want. No pain no gain. Doaim saya kuat, ngga cuman sehari dua hari. Semangat!

Salam sehat! :)