Pages

Jumat, 29 Juli 2016

Chapter 3

"Ya ampun Bin, belum siap-siap kamu??"

Aku menoleh, mendapati Kak Kinan berkacak pinggang memandangiku sebal. Penampilannya sudah berbeda. Lebih rapi dan manusiawi. Tidak seawut-awutan tadi pagi. Piyama buluk bergambar semangka kebangsaannya sudah tergantikan baju terusan panjang di bawah lutut. Bibir yang sebelumnya mengkilap karena makan gorengan berminyak sekarang gemerlap karena lipgloss. Belek di matanya juga sudah hilang, kini yang ada eyeliner. Sudah instagramable dengan hestek #OOTD banget pokoknya.

Sedangkan aku masih leha-leha selonjoran di sofa nonton ftv bareng Ibu. Masih dengan rambut yang kuuntel sembarangan, baju Bali gombrong bergambar barong yang sudah lusuh, bolong pula di bagian ketiak, plus aksesoris berupa handuk yang entah dari kapan kukalungkan di leher. Instagramable juga. Cuman hesteknya #GOTD. Gembel Of The Day.

"Iya, bentar lagi, nanggung Kak, lagi seru." Aku mengalihkan lagi mataku ke arah tivi, melanjutkan ftv yang sedari tadi kutonton.

"Apaan, dari tadi bentar lagi, bentar lagi mulu! Liat tuh udah jam segini, bentar lagi Angga dateng ngejemput, buruaaan!!" Seru Kak Kinan dengan frekuensi suara yang meninggi.

"Aduh Kinan, jangan teriak-teriakan dong, ngga kedengeran kan, lagi seru nih! Si cewek jahat mau kepergok lagi selingkuh tuh." Protes Ibu yang sedari tadi khusyuk di sebelahku sambil sesekali berkomentar ke arah tivi.

"Rasain, emang enak ketahuan!" Serunya puas melihat adegan si lelaki memergoki si wanita sedang bermesraan dengan lelaki lain.

"Tauk, emang enak! Putusin aja tu langsung, putusin!" Timpalku membalas celotehan Ibu.

Kak Kinan mendengus sebal, melenggang pergi ke arah kamarnya sambil menggerutu, "Dasar Ibu sama anak sama aja!"

***

Tok tok tok!

"Assalamualaikum."

Terdengar suara salam diiringi ketukan pintu.

"Bu, ada tamu tuh, buka Bu." Kataku yang kemudian dibalas dengan satu toyoran kecil di kepala.

"Lah ya kamu lah yang buka, masa kamu nyuruh ibu!"

"Duh, aku lagi nanggung, Bu."

"Lah ya sama! Bukain cepet, dia ngetok lagi tuh!"

"Ibu ajalah.."

"Eh, Ibu kutuk jomlo seumur hidup mau?"

"Atulah, Ibu mah.." Aku memanyunkan bibirku.

"Mau selfie kamu itu pasang duck face?"

"INI MANYUN BU, MANYUUUUUN!!"

Ibu tertawa puas melihatku. Tahulah aku bakat meledek Kak Kinan diturunkan dari siapa.

Dengan ogah-ogahan aku bangkit dari duduk dan berjalan ke arah pintu depan. Duh, tiba-tiba saja ketiakku terasa gatal. Sembari sebelah tangan menggaruk ketiak, sebelah tanganku membuka pintu. Pintu terbuka. Di depanku berdiri seorang lelaki tak kukenal dengan tubuh tinggi. Di belakangnya berdiri lagi seorang lelaki dengan wajah familiar.

"Hai Bin!" Sapa Mas Angga, "Kinan ada?"

Aku mematung kaku. Masih dengan satu tangan di ketiak. Masih dengan rambut awut-awutan. Masih dengan wajah kucel belum tersentuh air. Masih dengan outfitku yang bertemakan gembel of the day. Sedangkan di depanku berdiri lelaki dengan wajah yang dibilang jelek ngga, dibilang manis iya. Meski bergaya kasual hanya dengan kaus berkerah dan jeans, namun tampak trendi dan sesuai. Selintas wangi yang menguar dari tubuhnya mampir ke hidungku. Aku membatu.

"Mm.. Binar? Kinan ada?" Mas Angga mengulang pertanyaannya, mengembalikan kesadaranku.

"Eh iya, Mas, ehehe.. Ng.. Ada kok, masuk aja dulu, masuk, ehehe, nanti aku panggilin, hehe.."

Aku mempersilahkan Mas Angga dan Mas Manis satu lagi masuk. Sementara mereka menghampiri dan memberi salam pada Ibu, aku melesat masuk ke kamar Kak Kinan lalu menutup pintunya.

"Heh, kenapa kamu? Ngagetin aja!" Kata Kak Kinan.

"Huwaaaa, Kak Kinan kenapa ngga bilang kalau teman Kak Angga kece???? Kenapa ngga bilang kalau Kak Angga sama dia mau datang ke sini???? Kenapa ngga nyuruh aku siapa-siap dandan yang cantik????? Kenapa Kak, kenapaaaa?????"

Aku guling-gulingan di atas kasur Kak Kinan, membuat kasurnya yang sudah rapi jadi berantakan lagi. Duh Gusti, terlihat memalukan di hadapan lelaki kece, rasanya aku ingin hilang ditelan jamban saja...

"Oh, Angga udah datang ya? Lah kan tadi aku udah bilang kalau temennya Angga itu manis. Aku juga udah bilang kalau bentar lagi dia mau datang jemput ke sini. Udah dari tadi juga aku suruh siap-siap. Bagian mananya yang aku ngga bilang??"

Aku terdiam, bergulung dalam selimut. Iya juga sih, rasanya Kak Kinan udah bilang semuanya dari tadi.

"Makanya kalau aku bilangin tuh mbok ya nurut gitu lho. Sekarang buruan deh siap-siap. Jangan lama-lama, kasian kalau pada nunggu kelamaan. Buruan ayooo.." Kak Kinan menarik paksa selimut lalu menyeret tanganku memaksaku bangun.

"Habis mandi jangan lupa kasurku diberesin lagi."

"..."

Aku mandi secepatnya dan berdandan sekadarnya, bercelana jeans dan kaus rajut (Kak Kinan neriakin terus suruh cepet-cepet, gimana aku bisa khusyuk berlama-lama???). Peduli amat lah, toh penampilan terburukku sudah terlihat, yang bagaimanapun pasti terlihat lebih baik. Aku berkaca sekali lagi, mematut-matut diri di depan cermin. Mendingan, ngga nampak macam gembel habis kena gusur satpol pp lagi.

"Hei, sudah siap kamu Bin?" Kata Mas Angga ketika melihatku menghampiri mereka yang sedang ngobrol sama Ibu di ruang tamu.

"Ehehe, iya udah Mas."

"Oiya, kenalin Bin, ini teman Mas, namanya Rama. Ram, ini Binar, adek Kinan."

Mas manis bangun dari duduknya dan menyalamiku. Duh, sudah manis sopan pula. Aku membalas genggam tangannya dengan agak kikuk.

"Ng.., Binar. Nama panjangnya bukan Binaragawan, apalagi Binaria."

Krik.

Iya, garing, aku tau. Kan biar mencairkan suasana, namanya juga usaha.

"Rama.." Dia membuka suara, "Nama panjangnya bukan Ramayana, apalagi Ramatamah."

Tanpa bisa kutahan, aku tertawa mendengar ucapannya. Melihatku tertawa, tawanya ikut terlepas. Tawa yang merdu sekali. Dan aku suka mendengarnya.

Bersambung lagi, lanjut nanti.

Kamis, 21 Juli 2016

Masih Ada

Kamu tak pernah benar-benar pergi
Karena di jalanan yang dulu sering kita lewati
Dan di setiap tempat yang pernah kita singgahi
Masih berbekas jejak-jejak kaki
Milik kenangan yang kerap berlari-lari

(Cikini, 21 Juli 2016)

Jumat, 01 Juli 2016

Chapter 2

Bagiku, kesuksesan adalah kata yang tidak memiliki definisi mutlak. Kesuksesan memiliki arti yang relatif, maknanya tidak sama bagi semua orang. Tiap orang memiliki kaca mata berbeda dalam melihat kesuksesan.

Ada yang beranggapan sukses adalah berhasil hidup dari hasil keringat dan jerih payahnya sendiri tanpa bergantung pada orang tua. Sementara bagi mereka yang berasal dari desa dan mencoba mengadu nasib ke ibu kota, bisa jadi tolak ukur kesuksesan bagi mereka adalah ketika mereka mampu memberi kiriman materi pada keluarga di kampung secara rutin yang kemudian digunakan untuk merenovasi rumah dan membeli sawah. Atau bagi mereka yang bermasalah dengan berat badan berlebih, penurunan berat badan yang signifikan sungguhlah suatu kesuksesan yang besar.

Sementara bagiku, sukses bermakna sederhana saja, cukup berhasil bangun pagi di hari minggu tanpa kelewatan nonton Doraemon. Seperti hari ini. Aku sudah duduk manis menghadap tivi yang sedang menampakan wajah menangis Nobita dengan air mata memancur-mancur seperti air semprotan selang. Di tanganku semangkuk mi kari ayam dengan telur, sawi, dan rawit tampak mengepul-ngepul, menghantarkan wangi kari ayam yang khas.

"Wiii, wangi banget bagi dong!"

Kak Kinan tiba-tiba saja sudah ada di sebelahku, tangannya siap mengambil sendok dalam mangkuk. Kujauhkan mangkuk dari hadapannya.

"Bikin sendiri gih!"

"Hih, pelit banget, dikit doang!"

Aku menjulurkan lidah. Kusendok mi, menyeruputnya keras dengan wajah nikmat sambil memejamkan mata.

"Hmmm, sadis!" Kataku mencoba menirukan Al seperti iklannya di tivi.

"Pelit! Orang pelit jodohnya sulit lho!"

Aku mendengus.

"Ah mainannya jodoh melulu nih mentang-mentang udah punya gandengan. Sombong!"

Kak Kinan tertawa seraya mengambil mangkuk dari tanganku lalu menyeruput isinya.

"Kemarin gimana Kak? Lancar?" Tanyaku pada Kak Kinan.

Kak Kinan menggeleng dengan mulut penuh, lalu menelan masuk mi ke dalam kerongkongan sebelum menjawabku.

"Ngga lancar, Bin."

"Lho? Kenapa kak?"

"Macet. Ya malam minggu tahu sendiri jalanan gimana. Ngga ada lancar-lancarnya."

"Hish! Bukan jalanannya! Kencan Kak Kinan sama Mas Angga maksudku, lancar ngga?" Ujarku sebal. Mas Angga adalah lelaki yang sedang dekat dengan Kak Kinan akhir-akhir ini. Sejauh yang kuingat, kedekatan mereka sudah berlangsung kurang lebih dua bulan. Mas Angga sudah dua kali ke sini mengantarkan Kak Kinan pulang. Sudah ketemu juga dengan Ayah dan Ibu. Tapi kayaknya belum pacaran, karena terakhir kutanya minggu lalu Kak Kinan bilang Mas Angga belum nembak dia. Entah ya, mungkin segera.

"Ya lagian nanyanya gitu, ngga spesifik. Untung ngga kujawab 'ngga lancar, udah tiga hari keras, kurang makan sayur'."

Aku istighfar. Sepertinya dulu ketika sedang hamil Kak Kinan, Ibu sering ngidam makan daging-dagingan hingga hasilnya punya anak yang sering bikin darah tinggi.

"Auk, bodo amat! Ngga jadi nanya lah!" Kataku sebal sambil melipat tangan di dada.

"Ehehe, bejanda, lancar kok Dek, semalem kita candle light dinner." Jawab Kak Kinan sehabis mengeluarkan suara seruput keras.

"Woaaa, serius? Di mana?" Aku terperangah. Keren banget. Aku membayangkan makan malam di restoran yang letaknya tinggi, paling tidak di lantai 10. Duduk di dekat jendela, menikmati pemandangan kota malam hari yang dihiasi terangnya titik-titik lampu di tengah hamparan gelap. Cahaya lilin di tengah meja yang bersinar temaram menemani santap malam yang datang dalam tiga bagian. Appetizer, main course, dan dessert. Ah, aku jadi sedikit iri.

"Di pecel ayam pinggir jalan. Ada lalat beterbangan, jadi dipasang lilin buat ngusir lalat."

Prang. Suara khayalan dalam kepala yang pecah berkeping-keping.

"Meh. Bodo amat Kak, bodooooo!"

Tawa cekikikan Kak Kinan membahana memenuhi udara melihat wajahku yang menampakan rasa sebal dalam dosis tinggi. Hih, gemas sekali aku dengan kakakku yang satu ini!

"Eh iya tau ngga sih, Dek.." Kak Kinan menggantungkan kata-katanya, menciptakan efek misterius yang bikin penasaran.

"Apaan?" Aku menjawab galak.

Kak Kinan diam, menelan mi sebelum kembali berkata-kata.

"Kemaren sebelum makan, Angga mampir ketemuan dulu sama temennya sebentar. Ya Allah dek, temennya Masya Allah.. Kayak permen karet pas awal dikunyah, manis bener!"

Kak Kinan menyuap mi lagi sebelum kembali bercerita dengan bersemangat.

"Kayaknya baik lagi. Dan yang paling penting pas Kakak tanyain, dia jomlo, Dek! Available! Lowongan tersedia!"

Kayaknya aku tahu arah pembicaraan ini ke mana.

"Hooo, terus?"

"Nah, terus..," Kak Kinan tersenyum penuh makna ke arahku, "Nanti siang aku sama Angga mau nonton. Temennya itu juga ikut. Dan sama kamu juga. Ikut ya nanti."

"Hah?"

"Nanti siang kok, santai aja dulu nonton Doraemon sambil minya dihabisin. Dah ah, aku mau mandi dulu."

Kak Kinan menyerahkan mangkuk mi ke tanganku, lalu beranjak dari duduk. Aku menengok isi mangkukku. Isinya tinggal genangan kuah dan sawi yang berenang-renang.

Kakak saus tartar.

Bersambung lagi. Ngantuk saya.