Pages

Minggu, 02 Desember 2012

Menanti Bulan

hari ini kita punya janji. kita akan kembali melihat bulan bersama. 
aku senang dan menunggu-nunggu. ekspektasiku tinggi, pengharapanku melambung. bayanganmu dan sinar bulan terus terngiang-ngiang di kepala. ah, aku tak sabar.
tapi harapanku harus hancur dihempas kenyataan. bulan tak ada. ia mati, temaram. 
kita pun diam. mencoba mencari penghiburan sendiri. maka kamu menatap awan, dia melihat pohon, mereka terpaku pada rumput, dan aku menerawang bintang.
lucu, disini ramai tapi aku merasa sepi. kita bersama, berada berdekatan, tapi batin dan pikiran kita berlari masing-masing, menjauh entah kemana.
 lucu, dulu bila kita bersama bicara terasa mudah, kata-kata mengalir keluar begitu saja. kini lidah terasa kelu. aku bingung, tak tau harus berkata apa. kita sunyi. yang sibuk berceloteh hanya gemerisik angin dan daun.
lucu, dulu tawa, tangis, dan pemikiran begitu mudahnya kita bagi. kini kita menjadi egois, enggan membaginya lagi. menyimpannya sendiri atau memilih untuk membaginya dengan orang lain.
lucu, biasanya aku tertawa dengan hal lucu, tapi hal ini justru memaksa pedih dan air mata untuk keluar.

tak lama hujan turun. ah, bahkan langit ikut menangis melihat kita. lihat, ia menangis hingga tergugu. 
yah, tentu saja, selama ini langit selalu menjadi saksi kebersamaan kita. mungkin kini ia menangisi masa lalu dan kenangan yang sedikit demi sedikit mulai terkikis dan lambat laun terlupakan. atau barangkali ia menangisi masa depan kita yang mungkin akan minim dengan kenangan.....

langit terus tersedu. ah, tak tega aku melihatnya. maka kuhampiri, kuelus pundaknya dan kutenangkan dia. 

'sudahlah, tak usah menangisi kami. sudah sekian lama kami berjalan berendengan bersama menyusuri jalan setapak, dan kini kami telah sampai di persimpangan dimana kami harus berpisah, memilih jalan hidup kami masing-masing. mungkin hal itu yang menyebabkan perbedaan sudut pandang kita sekarang. sudut pandang dari setiap tempat berbeda bukan?'

langit berhenti menangis, namun masih sedikit terisak. aku memeluknya dan kutenangkan dia lagi.

'tidak apa, sungguh, tidak apa. bulan akan tetap mempersatukan kita. yah, memang sekarang bulan sedang mati, tapi aku percaya suatu saat bulan akan bersinar kembali dan kami akan sama-sama menatap bulan lagi. bukankah dimanapun berada bulan selalu sama?'

langit balik memelukku dan mengelusku lembut.

'benar, sabarlah, bulan tak akan selamanya mati. sabarlah menunggu bulan bersinar lagi. aku percaya, suatu saat kalian akan kembali bersama menatap bulan yang sama. aku berdoa, semoga kenangan terindah kalian di masa lalu akan menjadi kenangan terburuk kalian di masa depan..'

kali ini aku yang tersedu. kusimpan doa itu dalam hati. ya, aku akan menunggu....