Dia tidak pernah menyepelekan alasan aku berduka, pun tak pernah mengerdilkan rasa sedihku dengan membandingkan kesedihan lain yang lebih besar. Dia tahu, ini bukan adu derita tentang siapa yang paling merana. Kecil atau besar, setiap duka adalah nyata. Kecil atau besar, lukanya sama terasa dalam dada.
Dia tidak pergi ketika kesedihan menghadirkan sisi burukku yang menyebalkan. Dia tetap menemani meski yang tampak di depannya adalah wajah cemberutku yang jauh dari kata cantik. Dia, lelaki dengan selera humor rendah, tapi candaannya mampu membuat tawaku kembali merekah. Dia, yang mungkin tidak bisa menjadikan keadaan lebih baik, tapi mampu membuatku menerima keadaan dengan lebih baik.
Terima kasih, lelakiku.
(Serpong, 26 April 2020)
0 komentar:
Posting Komentar