Pages

Minggu, 26 April 2020

Kesedihan dan Lelakiku


Satu hal yang aku sukai dari lelakiku, aku suka caranya menenangkan duka. Caranya memberi penguatan bukan dengan berkata "jangan bersedih". Dia mengerti, sedih adalah respon diri dalam menghadapi duka, seperti diri merespon komedi dengan tertawa. Sedih itu bagian dari emosi, katanya, maka dia mempersilakannya. Dia membiarkan segala yang membeban tercurah lewat air mata. Dia tidak melihatnya sebagai tanda kelemahan, melainkan tanda bahwa aku adalah manusia dengan segala rasa di dalamnya.

Dia tidak pernah menyepelekan alasan aku berduka, pun tak pernah mengerdilkan rasa sedihku dengan membandingkan kesedihan lain yang lebih besar. Dia tahu, ini bukan adu derita tentang siapa yang paling merana. Kecil atau besar, setiap duka adalah nyata. Kecil atau besar, lukanya sama terasa dalam dada.

Dia tidak pergi ketika kesedihan menghadirkan sisi burukku yang menyebalkan. Dia tetap menemani meski yang tampak di depannya adalah wajah cemberutku yang jauh dari kata cantik. Dia, lelaki dengan selera humor rendah, tapi candaannya mampu membuat tawaku kembali merekah. Dia, yang mungkin tidak bisa menjadikan keadaan lebih baik, tapi mampu membuatku menerima keadaan dengan lebih baik.

Terima kasih, lelakiku.

(Serpong, 26 April 2020)

0 komentar:

Posting Komentar