Pages

Jumat, 26 Februari 2016

Titik Dua Kurung Tutup

Aku selalu suka melihat dia tersenyum.

Senyumnya, lengkung terindah di dunia, mengalahkan pesona lengkung pelangi dan bulan sabit. Di duniaku paling tidak.

Senyumnya, serupa candu. Mengadiksi, tak kenal cukup. Menghasut semua sel, syaraf, organ, hingga seluruh pikiranku untuk berteriak "Lagi! Lagi! Lagi!", layaknya penonton konser yang riuh karena euforia yang belum habis.

Senyumnya, seperti gas helium yang dipompa tukang balon ke dalam paru-paruku, memenuhi isinya hingga gembung mengembang. Membawa tubuhku melayang, naik, dan terus naik hingga kepalaku terbentur langit-langit atap.

Senyumnya, semacam pengingat, seperti lembar post it yang tertempel pada layar komputer. Mengingatkan aku, bahwa di antara hal-hal buruk yang berlimpahan di dunia, ternyata Tuhan masih menyempatkan waktu untuk menciptakan hal-hal indah.

Aku selalu suka melihat dia tersenyum. Tapi yang lebih aku suka lagi, menjadi yang ada di balik layar, yang menggerakan tuas senyumnya.

(Serpong, 28 Februari 2015)

0 komentar:

Posting Komentar