Pages

Selasa, 23 Februari 2016

Aku, si Tukang Iri

Aku iri pada pulpen yang kau pasang namamu rekat-rekat, yang kau tegaskan sebagai kepunyaanmu dan kau takutkan akan hilang berpindah tangan pada yang lain.

Aku iri pada topi sekolah di hari Senin yang selalu kau cari-cari dengan panik bila hadirnya tak nampak, karena aku ingin menjadi apapun yang saat aku ditemukan kamu merasa senang.

Aku iri pada soal ulangan yang bisa lama kau pandang lekat-lekat, yang menjadi saksi dari wajahmu yang perlahan berkerut saat mencoba mengingat-ngingat apa yang kau pelajari semalam, lalu berubah binar saat jawabannya kau temukan dalam memori kepala.

Aku iri pada meja yang selalu kau jadikan sandaran tangan dan kepala setiap kali kantukmu datang di tengah pelajaran. Iri sekali. Dengan mudahnya dia rasakan apa yang selama ini selalu bahuku dambakan.

Ah, aku iri pada semuanya!

Aku iri pada angin yang selalu kau izinkan mengacak-ngacak rambutmu dengan seenaknya tanpa malu-malu.

Aku iri pada sajadah yang selalu kau sentuhkan dengan kening sambil kau bisikkan doa-doamu paling tidak lima kali dalam sehari.

Aku iri pada earphone yang menemanimu menyenandungkan lagu-lagu kesukaanmu.

Sungguh aku iri atas apa yang mereka bisa lakukan. Karena aku tidak bisa.


(Maret, 2016)

0 komentar:

Posting Komentar