Pages

Jumat, 14 Agustus 2015

Capek Soalnya..

"Aku mau mundur TA. Ikut gelombang dua aja!"

Aku menggaruk-garuk kepalaku. Bukan karena gatal ada kutunya, lebih karena frustasi. Aneka buku berisi huruf kecil rapat berdempatan dengan tebal melebihi batako bertebaran ngga keruan di sekitarku. Bau kebakar sedikit kecium dari otakku yang terlalu keras dipake. Laptop di depanku terbuka, di taskbar tampak banyak icon, tanda banyak program sedang dijalankan.

"Sama, aku juga!" Timpal Jerapah yang kadar mumet di wajahnya ngga kalah tinggi dariku.

Saat itu semester enam. Waktu paling memuakkan, menyebalkan, memusingkan, mengesalkan, meresahkan, dan aneka kata lain yang bermakna sama, bikin stres. Saya D3, jadi semester enam adalah waktu krusial di mana makhluk mengerikan bernama Tugas Akhir lahir. Semester enam. Waktu dimana kami sering sekali berdoa agar beliau yang sudah mencetuskan Tugas Akhir sebagai syarat kelulusan diampuni dosanya, terutama dosa terbesar bagi umat manusia yang sudah diperbuatnya itu.

Aamiin.

***

"Aku mau mundur aja kayaknya ke gelombang dua. Aku pusing. Listingnya bingung. Mentok di bab tiga pula."

Keluhan tak henti merepet keluar dari mulutku sementara Kutilang mendengarkan sambil mengernyitkan alis, tanda dia sebal.

"Yaelah, gitu doang mau mundur. Sayang waktu tau! Lu liat gue nih!"

Kutilang memperlihatkan kumpulan kertas yang penuh coret-coretan.

"Liat nih, revisian gue. Datanya masih kurang tapi pihak sana ngga mau kasih. Kalau ngga dapet, gue harus ganti judul."

Aku diam. Gantian kutilang yang merepet.

"Liat si Dika tuh, udah ngerjain sampai bab 3, suruh ganti judul cuma gara-gara tempat risetnya ngga punya SIUP. Dia mundur ngga? Ngga kan?"

Aku tetap diam.

"Lo enak, data dapet semua, tempat riset lancar, judul dari sana dibantuin bikin. Listing? Bisa minta bantu atau ajarin kan sama Instruktur Lab, akses gampang!"

"..."

"Masih kepikiran mundur?"

***

"Paaak! Boleh minta tolong ajarin normalisasi ngga? Buat bab 3 Pak."

Bel pulang tanda kuliah selesai sudah berbunyi sejak beberapa menit lalu. Lab komputer sudah kosong. Hanya ada Instruktur Lab, Pak Doni, di dalam. Asik mengutak atik laptopnya sembari menunggu jam mengajar yang masih beberapa jam lagi. Aku, Jerapah, dan Ndedes berdiri di depannya dengan mata berkilau memohon ala komik serial cantik.

"Hoo, normalisasi? Boleh, boleh.."

Kami bersorak. Pak Doni mengambil spidol lalu mulai menulis di papan nulis, menerangkan seraya kami duduk menyimak.

***

"Pak, kok listing saya ngga jalan ya, eksekusinya aneh. Liat deh pak."

Aku menyorongkan laptopku ke arah Pak Ilam, Instruktur Lab yang lain. Pak Ilam menggeser laptopku ke arahnya, lalu mengotak atik dan memperhatikan barisan coding yang sudah kuketik satu demi satu.

"Hooo, ini coba jangan pake rumus IF aja, pake rumus perulangan kayak DO WHILE gitu."

Aku manggut manggut sok ngerti padahal ngga. Sekilas mirip boneka anjing yang ditaro di dasbor mobil. Angguk angguk.

"Terus gimana pak?"

"Nih coba begini.."

Ketak ketik ketak ketik. Ngga berapa lama, program berhasil dijalankan dengan mulus.

***

"Hayo, lagi ngapain?"

Jerapah mengintip ke layar laptopku. Tampak barisan burung, ketapel, dan babi yang berbaris. Aku sedang main Angry Bird.

"Main. Ehehe.."

Jerapah memandangku galak, persis tatapan Ibu yang ngga sengaja habis mergokin anaknya nonton video tutorial. Tutorial bikin anak.

"TA kerjain woy, lanjutin lu! Malah mainan!" dumelnya.

"Iya, iya.."

Sambil menggerutu, kututup layar Angry Bird, membuka lagi Microsoft Word, dan melanjutkan mengetik landasan teori.

***

"Pak, mau bimbingan dong Pak!"

Hari Sabtu. Aku dan Jerapah yang melihat sosok Pembimbing kami datang langsung lari menghampiri.

"Yah, saya ngga ada jadwal bimbingan hari ini. Saya mau jadi wasit voli."

Penampilan Pembimbing saat itu memang sporty. Bukan kemeja dan dasi seperti biasanya, melainkan celana training dan kaus polo. Minggu itu memang sedang berlangsung pekan perlombaan olahraga.

"Yah..."

Aku dan Jerapah memasang wajah kecewa dengan raut senelangsa mungkin, berharap bisa memancing rasa ibanya. Dan berhasil.

"Tapi kalau kalian mau nungguin saya ngga papa sih. Tapi diem-diem aja ya jangan kasih tau yang lain."

"Siap Pak!"

Aku dan Jerapah pun menghabiskan sore menonton voli.

***

"Eh ntar bimbingan aku suruh bawa dari bab 1 sampai bab 4. Ngeprint yang murah di mana ya, sayang ntar dicoret coret."

"Di UIN ada tuh murah, selembar 100!" Seru Kutilang. Masalah murah memang Kutilang jagonya. Tau aja.

"Ah, jauh.."

"Kan naik motor. Hayuk bareng, lu gue bonceng, Jerapah sama Beruang."

"Hayuk lah!"

***

3 tahun berlalu. Waktu paling memuakkan, menyebalkan, memusingkan, mengesalkan, meresahkan, dan aneka kata lain yang bermakna sama yaitu bikin stres harus saya hadapi lagi. Bedanya, malaikat-malaikat penolong dan pemantik semangat tiga tahun lalu sudah ngga ada satu pun. Saya sendirian.

Boleh saya mundur?

0 komentar:

Posting Komentar