Pages

Rabu, 17 Juli 2013

Aku Pamit

Credit
Aku pamit. Aku akan mundur, menghentikan peranku dalam cerita hidupmu. Aku akan pergi, meninggalkan senyum, tawa, tangis, dan semua rasa yang dulu menjadi menu santapan kita sehari-hari. Jika aku boleh jujur, sebenarnya aku tak ingin pergi, sungguh. Tapi keadaan telah mengusirku, aku bisa apa? Keadaan sudah meluluh lantakan rumah bernaung kita, apa lagi yang bisa kulakukan selain pergi?

Aku pamit. Mungkin suatu saat aku akan datang kembali. Bukan untuk pulang, bagaimana bisa disebut pulang bila sudah tak ada rumah sebagai tujuan? Nanti aku akan datang untuk berkunjung, singgah sejenak mengunjungi lebur yang dulu kukenal sebagai rumah. Mencari dan berharap masih ada sedikit puing yang tersisa disana untuk kukenang, setelah itu kembali pergi.

Credit
Aku pamit. Tapi sebelum aku pergi, izinkan aku berlama-lama sebentar disini. Izinkan aku berbincang-bincang sejenak dengan kenangan. Aku masih ingin mendengar kenangan bercerita, berkisah tentang waktu lalu, waktu ketika rumah kita masih berdiri dengan indah. Ya, rumah kita dulu indah, dengan sulur-sulur bunga dan rerimbunan hijau menghias pekarangan. Namun yang kita tidak tahu, meskipun indah, rumah kita ternyata rapuh. Atapnya berlubang, fondasinya lemah, dindingnya keropos, lantainya retak, dan jendelanya berderit. Karena itu ketika serigala bernama keadaan datang meniupnya sekuat tenaga, rumah kita hancur menjelma debu.

Aku pamit. Lebih baik aku pergi sekarang. Semakin aku berlama-lama, semakin berat untuk pergi. Titip salam untuk semua jejak dan cerita yang pernah kutinggalkan. Tenang saja, jejak dan cerita tentangmu sudah kusimpan dan akan kubingkai untuk penghias rumah baruku nanti. 

Aku pamit. Terima kasih untuk semua waktu dan rasa yang kau bagi. Semoga dapat temukan rumah baru untukmu, yang lebih indah dan lebih kokoh dari rumah kita.

Aku pamit. Selamat tinggal..

0 komentar:

Posting Komentar