Pages

Jumat, 01 Juli 2016

Chapter 2

Bagiku, kesuksesan adalah kata yang tidak memiliki definisi mutlak. Kesuksesan memiliki arti yang relatif, maknanya tidak sama bagi semua orang. Tiap orang memiliki kaca mata berbeda dalam melihat kesuksesan.

Ada yang beranggapan sukses adalah berhasil hidup dari hasil keringat dan jerih payahnya sendiri tanpa bergantung pada orang tua. Sementara bagi mereka yang berasal dari desa dan mencoba mengadu nasib ke ibu kota, bisa jadi tolak ukur kesuksesan bagi mereka adalah ketika mereka mampu memberi kiriman materi pada keluarga di kampung secara rutin yang kemudian digunakan untuk merenovasi rumah dan membeli sawah. Atau bagi mereka yang bermasalah dengan berat badan berlebih, penurunan berat badan yang signifikan sungguhlah suatu kesuksesan yang besar.

Sementara bagiku, sukses bermakna sederhana saja, cukup berhasil bangun pagi di hari minggu tanpa kelewatan nonton Doraemon. Seperti hari ini. Aku sudah duduk manis menghadap tivi yang sedang menampakan wajah menangis Nobita dengan air mata memancur-mancur seperti air semprotan selang. Di tanganku semangkuk mi kari ayam dengan telur, sawi, dan rawit tampak mengepul-ngepul, menghantarkan wangi kari ayam yang khas.

"Wiii, wangi banget bagi dong!"

Kak Kinan tiba-tiba saja sudah ada di sebelahku, tangannya siap mengambil sendok dalam mangkuk. Kujauhkan mangkuk dari hadapannya.

"Bikin sendiri gih!"

"Hih, pelit banget, dikit doang!"

Aku menjulurkan lidah. Kusendok mi, menyeruputnya keras dengan wajah nikmat sambil memejamkan mata.

"Hmmm, sadis!" Kataku mencoba menirukan Al seperti iklannya di tivi.

"Pelit! Orang pelit jodohnya sulit lho!"

Aku mendengus.

"Ah mainannya jodoh melulu nih mentang-mentang udah punya gandengan. Sombong!"

Kak Kinan tertawa seraya mengambil mangkuk dari tanganku lalu menyeruput isinya.

"Kemarin gimana Kak? Lancar?" Tanyaku pada Kak Kinan.

Kak Kinan menggeleng dengan mulut penuh, lalu menelan masuk mi ke dalam kerongkongan sebelum menjawabku.

"Ngga lancar, Bin."

"Lho? Kenapa kak?"

"Macet. Ya malam minggu tahu sendiri jalanan gimana. Ngga ada lancar-lancarnya."

"Hish! Bukan jalanannya! Kencan Kak Kinan sama Mas Angga maksudku, lancar ngga?" Ujarku sebal. Mas Angga adalah lelaki yang sedang dekat dengan Kak Kinan akhir-akhir ini. Sejauh yang kuingat, kedekatan mereka sudah berlangsung kurang lebih dua bulan. Mas Angga sudah dua kali ke sini mengantarkan Kak Kinan pulang. Sudah ketemu juga dengan Ayah dan Ibu. Tapi kayaknya belum pacaran, karena terakhir kutanya minggu lalu Kak Kinan bilang Mas Angga belum nembak dia. Entah ya, mungkin segera.

"Ya lagian nanyanya gitu, ngga spesifik. Untung ngga kujawab 'ngga lancar, udah tiga hari keras, kurang makan sayur'."

Aku istighfar. Sepertinya dulu ketika sedang hamil Kak Kinan, Ibu sering ngidam makan daging-dagingan hingga hasilnya punya anak yang sering bikin darah tinggi.

"Auk, bodo amat! Ngga jadi nanya lah!" Kataku sebal sambil melipat tangan di dada.

"Ehehe, bejanda, lancar kok Dek, semalem kita candle light dinner." Jawab Kak Kinan sehabis mengeluarkan suara seruput keras.

"Woaaa, serius? Di mana?" Aku terperangah. Keren banget. Aku membayangkan makan malam di restoran yang letaknya tinggi, paling tidak di lantai 10. Duduk di dekat jendela, menikmati pemandangan kota malam hari yang dihiasi terangnya titik-titik lampu di tengah hamparan gelap. Cahaya lilin di tengah meja yang bersinar temaram menemani santap malam yang datang dalam tiga bagian. Appetizer, main course, dan dessert. Ah, aku jadi sedikit iri.

"Di pecel ayam pinggir jalan. Ada lalat beterbangan, jadi dipasang lilin buat ngusir lalat."

Prang. Suara khayalan dalam kepala yang pecah berkeping-keping.

"Meh. Bodo amat Kak, bodooooo!"

Tawa cekikikan Kak Kinan membahana memenuhi udara melihat wajahku yang menampakan rasa sebal dalam dosis tinggi. Hih, gemas sekali aku dengan kakakku yang satu ini!

"Eh iya tau ngga sih, Dek.." Kak Kinan menggantungkan kata-katanya, menciptakan efek misterius yang bikin penasaran.

"Apaan?" Aku menjawab galak.

Kak Kinan diam, menelan mi sebelum kembali berkata-kata.

"Kemaren sebelum makan, Angga mampir ketemuan dulu sama temennya sebentar. Ya Allah dek, temennya Masya Allah.. Kayak permen karet pas awal dikunyah, manis bener!"

Kak Kinan menyuap mi lagi sebelum kembali bercerita dengan bersemangat.

"Kayaknya baik lagi. Dan yang paling penting pas Kakak tanyain, dia jomlo, Dek! Available! Lowongan tersedia!"

Kayaknya aku tahu arah pembicaraan ini ke mana.

"Hooo, terus?"

"Nah, terus..," Kak Kinan tersenyum penuh makna ke arahku, "Nanti siang aku sama Angga mau nonton. Temennya itu juga ikut. Dan sama kamu juga. Ikut ya nanti."

"Hah?"

"Nanti siang kok, santai aja dulu nonton Doraemon sambil minya dihabisin. Dah ah, aku mau mandi dulu."

Kak Kinan menyerahkan mangkuk mi ke tanganku, lalu beranjak dari duduk. Aku menengok isi mangkukku. Isinya tinggal genangan kuah dan sawi yang berenang-renang.

Kakak saus tartar.

Bersambung lagi. Ngantuk saya.

0 komentar:

Posting Komentar